Popok pun Berubah jadi Pot dan Pupuk Organik Demi Masa Depan Bumi

Bayu Panji Saputra menunjukkan proses produksi pot dari popok bekas.-Alfi Kirom-Harian Disway-
Produk olahan dari sampah popok itu juga pernah diikutkan dalam lomba peneliti pelajar Surabaya (LPPS) 2023. Ketika itu, Bayu mendapat penghargaan Special Award II.
Memang, saat itu Bayu belum bisa memproduksi produk tersebut secara massal.Banyak faktor penyebabnya. Misalnya tempat produksi yang terbatas. Juga kesulitan mencari pasar untuk menjual produknya.
BACA JUGA:Kemandirian Pesantren Tumbuh Jadi Penggerak Ekonomi Bangsa
“Sekarang saya tidak terlalu banyak produksi. Stok tetap ada. Justru saya kesulitan mencari pasar. Pot dengan ukuran besar dijual dengan harga Rp 8-20 ribu, pot mini mulai Rp 1-3 ribu dan gantungan kunci saya jual Rp 3 ribu,” ungkapnya.
Sebenarnya, SDN Nginden Jangkungan I tidak hanya punya program pengolahan sampah popok. Ada juga program lainnya. Misalnya, satunya pembuatan ekoenzim. Dibuat dari sampah kulit buah dan sampah sayuran.
Project ekoenzim itu dilakukan bersama-sama dengan murid-murid yang lain. Bahkan, sudah beberapa kali panen. Sekali pembuatan membutuhkan waktu tiga bulan. Juga mereka sudah membuat beberapa produk yang siap dijual.
Lina dan Bayu menunjukkan karya serta penghargaan di bidang lingkungan.-Alfi Kirom-Harian Disway-
“Kami masih kesulitan untuk menjual. Salah satunya, ya, karena minim pasar yang mau membeli produk ekoenzim ini. Sama halnya dengan produk sampah popok yang dibuat Bayu,” kata Guru Pembina Lingkungan SDN Nginden Jangkungan I Surabaya Lina Rachmawati.
SDN Nginden Jangkungan I merupakan satu dari sekian banyak sekolah yang dibina Tunas Hijau Indonesia. Beberapa tahun terakhir, memang mereka berkolaborasi dengan Bank Mandiri untuk menciptakan ekonomi hijau di Indonesia.
Presiden Tunas Hijau Indonesia Mochamad Zamroni mengatakan, salah satu program mereka memang dengan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait kesadaran lingkungan. Program itu dilakukan dari usia dini. Yakni anak-anak SD dan SMP.
“Mereka kami minta buat project lingkungan. Pengolahan sampah bisa menjadi produk yang memiliki daya jual tinggi. Satu anak diwajibkan untuk mengolah satu ton sampah. Itu aturannya. Tapi praktiknya, ada anak yang mengolah sampai 46 ton berbentuk produk jadi,” ungkapnya.
Grafis Pengolahan Limbah Tunas Hijau-Tim Grafis Harian Disway-
Ia mengungkapkan, kolaborasi dengan Bank Mandiri untuk menciptakan ekonomi hijau dilakukan pada 2024. Kerja sama itu pun akan berlanjut. “Kami sih berharap, Bank Mandiri juga membantu kami untuk mencari pasar menjual produk yang sudah dibuat oleh anak-anak. Mereka produksi setiap hari. Tetapi, kesulitan mencari pasar,” ucapnya.
Menurutnya, saat melakukan kerja sama dengan Bank Mandiri itu, kegiatan mereka lebih banyak. Lebih banyak sampah yang diolah, tentu melibatkan banyak orang. Peserta yang lebih banyak. Ada keberlanjutan dari project itu. Aturannya juga lebih ketat. Standar satu ton sampah yang diolah baru ada saat kolaborasi dengan Bank Mandiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: