Kasus Curanmor di Surabaya: Sebelum Stigma Menjadi Budaya

ILUSTRASI Kasus Curanmor di Surabaya: Sebelum Stigma Menjadi Budaya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
TAK DAPAT dimungkiri bahwa kasus curanmor di Surabaya sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Hampir setiap hari media sosial dipenuhi berita curanmor. Nyali dan skill pelakunya pun makin canggih.
Dari tempat sepi hingga keramaian, dari siang hari hingga dini hari, dari pinggir-pinggir jalan hingga merangsak ke dalam permukiman padat penduduk.
Pelaku curanmor tidak pernah gentar dengan CCTV yang terpasang di sudut-sudut jalan, tidak pernah pandang bulu tentang jenis motor yang akan digondol, seolah tidak ada tempat yang aman untuk sepeda motor di Surabaya.
BACA JUGA:Residivis Curanmor Asal Madura Ditembak Mati di Surabaya, Melawan Pakai Celurit saat Ditangkap
BACA JUGA:Buronan Residivis Curanmor di Surabaya Ditembak Mati
Kapolres Surabaya menjelaskan bahwa terjadi 444 kasus curanmor sepanjang 2024 yang ditangani. Pada tiap kasus curanmor, selalu ramai diikuti dengan pemberitaan di kanal-kanal media sosial, terutama Instagram.
Dalam berita tentang curanmor, komentar warganet tidak pernah absen meramaikan postingan tersebut. Mereka berbondong-bondong meluapkan kemarahan atau sekadar berbagi pengalaman.
Salah satu pola komentar yang sering saya temui pada postingan berita curanmor adalah stigma terhadap orang Madura. Orang Madura selalu mendapatkan stigma buruk sebagai pelaku tindak curanmor.
BACA JUGA:Pelaku Komplotan Curanmor di Surabaya Dibekuk, Begini Modus yang Dipakai Pelaku
BACA JUGA:Heboh Baku Tembak Polisi VS Pelaku Curanmor di Bandar Lampung
Komentar-komentar yang menggunakan istilah ”Mexico”, ”Blok M”, dan masih banyak lagi istilah-istilah yang memiliki dugaan kuat merujuk pada orang Madura.
Tersedianya media sosial yang dinamis dan egaliter bak pisau bermata dua. Pada satu sisi, ia memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh pengguna untuk berpartisipasi.
Namun, di sisi yang lain, media sosial berperan dalam terciptanya polarisasi masyarakat yang memiliki pandangan dan identitas yang bertentangan. Komentar stigma terhadap orang Madura tak lain dampak polarisasi dari ekspresi kekhawatiran, ketakutan, dan frustrasi dari warganet yang tidak menemui kanal yang tepat.
BACA JUGA:Polrestabes Surabaya dan Jajaran Ungkap 77 Kasus Pencurian, Curanmor Terbanyak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: