Kasus Curanmor di Surabaya: Sebelum Stigma Menjadi Budaya

ILUSTRASI Kasus Curanmor di Surabaya: Sebelum Stigma Menjadi Budaya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Lempat Bondet ke Polisi, Residivis Curanmor Ditembak Mati
Menurut Erving Goffman, stigma adalah atribut yang merusak citra diri seseorang dan membawa pengaruh besar pada kepribadian seseorang dan akhirnya membuatnya tidak bisa berperilaku seperti biasanya.
Stigma dapat membuat seseorang atau sebuah kelompok mendapat label negatif dan perlakuan berbeda. Sebaliknya, kelompok lain yang memberikan stigma melabeli diri sendiri sebagai ”the normals”.
Stigma terhadap sebuah kelompok memudarkan nilai-nilai luhur dari kelompok tersebut. Sudah sejak dulu kita mengenal orang Madura sebagai pekerja keras, perantau yang tangguh, memegang erat ajaran-ajaran agama, dan memiliki rasa persaudaraan yang kuat.
BACA JUGA:2 Pelaku Curanmor di Surabaya Didor
BACA JUGA:Polsek Genteng Bekuk Pelaku Curanmor Lintas Daerah
Namun, nilai-nilai tersebut tak pernah lagi kita pahami sebagai kebaikan dan ”modal awal” dalam berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
Entah dari mana asalnya stigma curanmor itu bisa disematkan kepada etnis Madura. Dugaan awal saya, itu karena banyak temuan kasus curanmor yang pelakunya melarikan motor curian ke Pulau Madura. Lantas, apakah dapat disimpulkan semua pelaku curanmor adalah etnis Madura? Tentu tidak sesederhana itu.
Penting bagi kita semua untuk menilik bagaimana komposisi Kota Surabaya terbentuk, dan bagaimana kita memaknai tentang ”hidup bersama” di kota itu. Populasi Surabaya kini didominasi etnis Jawa (83,68 persen), etnis Madura (7,5 persen), Tionghoa (7,25 persen), dan Arab (2,04 persen).
BACA JUGA:Raja Curanmor Surabaya Dibekuk, Beraksi di 21 TKP
BACA JUGA:Raja Curanmor di Surabaya Diringkus
Etnis Jawa relatif memiliki kuasa yang lebih besar daripada etnis lainnya karena mendominasi populasi di Surabaya. Hal itu patut kita pahami dengan bijaksana agar tidak terjadi relasi kuasa dan polarisasi sebagai yang ”asli” dan ”pendatang”. Sebab, dari situ rawan timbul konflik horizontal.
Hingga saat ini nyaris tiada catatan konflik horizontal berskala besar di Surabaya. Namun, gejala yang timbul belakangan ini layak untuk diperhatikan sehingga dapat menyentuh akar dari permasalahan stigma di Surabaya. Kolom komentar stigma terhadap etnis Madura tidak akan berhenti begitu saja tanpa kita melakukan sesuatu.
KRIMINALITAS = KETIMPANGAN EKONOMI
Kemiskinan masih menjadi isu yang hangat diperbincangkan, terutama di Kota Surabaya yang memiliki daya tarik bagi masyarakat yang tinggal di kabupaten sekitar Surabaya untuk mengadu peruntungan di Kota Pahlawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: