Pinjol Tekan Penjualan Properti

Pinjol Tekan Penjualan Properti

Isyawa Dirahma Property Advisor Grand Sunrise (kiri ) menjelaskan detail unit rumah kepada konsumen.-Boy Slamet-

PINJAMAN online (Pinjol) pengaruhi penjualan di properti di Indonesia. Sebab, masyarakat yang gagal bayar di platform peer to peer (P2P) lending itu langsung masuk ke daftar hitam di perbankan. Alhasil, saat melakukan pengajuan KPR, mereka ditolak oleh perbankan.

“Angkanya cukup tinggi. Rata-rata pengajuan yang KPR yang ditolak oleh perbankan bisa sampai 70 persen. Ada daerah di Indonesia yang tingkat penolakannya bisa mencapai 80 persen,” kata Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida, Senin, 10 Maret 2025.

Menurutnya, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) punya regulasi khusus untuk menangani kasus tersebut. “Misalnya kategori yang masuk dalam daftar hitam adalah mereka yang gagal bayar dengan jumlah pinjaman di atas Rp 5 juta. Di bawah itu, jangan, dong. Tetapi, itu tetap harus ditagihkan,” terangnya.

“Terkadang masyarakat tidak bisa membayar karena bunga yang diberikan di pinjol cukup besar. Belum lagi ditambah dari denda keterlambatan. Jadi, misalnya pinjam Rp 50 ribu, ketika lambat mengembalikan, nasabah tersebut sudah tidak bisa melakukan pengajuan KPR di bank. Pasti ditolak,” bebernya.

BACA JUGA:Suku Bunya Tinggi Jadi Tantangan Properti di 2025

BACA JUGA:Surabaya Siap Hadapi PPN 12%, Insentif Sektor Properti hingga Mobil Listrik jadi Harapan!

Hal yang sama juga disampaikan oleh Sekretaris REI Jatim Rizky Supriadi. Ia mengatakan, di Jatim, sekitar 10-30 persen pengajuan KPR ditolak oleh perbankan. “Sebenarnya kami di REI Jatim belum mencatat secara pasti. Tetapi, dari cerita teman-teman, ada di kisaran segitu, lah,” ungkapnya.

Menurutnya, permasalahan utama yang membuat calon pembeli itu ditolak adalah nama mereka sudah masuk dalam BI checking. “Kami sudah melaporkan ke Menkominfo terkait pinjol, PayLater, dan judol itu. Setahu saya, belum ada solusinya,” terangnya.

Di sisi lain, dampak lainnya adalah HRD di beberapa perusahaan menjadi takut untuk mengeluarkan surat rekomendasi untuk karyawan perusahaan untuk melakukan KPR.

“Salah satu pengajuan untuk melakukan KPR adalah rekomendasi dari perusahaan tempat calon pembeli itu bekerja. Misalnya sampai usia berapa mereka bekerja. Atau batas pensiun di perusahaan tersebut. Hal itu akan berpengaruh terhadap persetujuan KPR di perbankan juga. Kalau perusahaannya saja tidak mau keluarkan surat itu, ya pasti akan ditolak juga pengajuannya,” bebernya.

BACA JUGA:Penjualan Properti Terhambat Dosa Masa Lalu

BACA JUGA:Menanti JLLB Rampung untuk Perkuat Sektor Properti Surabaya Barat

Sementara itu, Business and Marketing Provest Property Sonny Therik menjelaskan, perusahaan P2P lending juga seharusnya bisa memilih calon nasabah yang bisa diberikan pinjaman. Salah satunya, melihat penghasilan nasabah yang mengajukan pinjaman. Agar, bisa diketahui kekuatan nasabah itu untuk melakukan pembayaran.

“Pembayaran telat dua minggu saja sudah pasti masuk ke dalam BI checking. Sehingga, mereka tidak bisa mengajukan KPR lagi. Kami sudah sering dapat nasabah yang ditolak pengajuan KPR-nya karena hal tersebut. Sehingga, diperlukan juga keterlibatan perusahaan pinjol itu,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: