THR, Suplemen Obat Kuat di Tengah Lesunya Daya Beli

ILUSTRASI THR, Suplemen Obat Kuat di Tengah Lesunya Daya Beli.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Angka tersebut dihitung dari jumlah pemudik sebesar 123,8 juta orang atau setara dengan 30.752.000 keluarga. Perputaran uang tersebut menyebar di berbagai sektor usaha transportasi darat (seperti bus, kereta api, mobil pribadi, dan motor), transportasi laut (kapal laut), dan udara (pesawat).
Kemudian, kuliner, hotel, restoran, kafe, destinasi wisata, UKM makanan khas daerah dan penjual suvenir, warung dan toko di daerah, serta berbagai produk unggulan daerah.
THR juga memiliki dampak positif terhadap industri pariwisata, penghasilan pelaku usaha UMKM, dan pelaku industri perjalanan.
Pendistribusian THR dan gaji ke-13 berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sekaligus membantu mengendalikan inflasi dengan tetap menjaga daya beli masyarakat.
Bagaimanapun, efek pengganda ekonomi THR selain mampu mendongkrak daya beli yang bersifat musiman, seperti pada momen Lebaran, juga riskan memicu terjadinya inflasi karena kenaikan permintaan barang dan jasa yang pada gilirannya akan mengatrol harga.
Inflasi terjadi karena kemerosotan nilai uang yang disebabkan oleh banyak uang beredar, yang mengakibatkan naiknya harga barang dan jasa.
Dapat dikatakan bahwa THR dapat memengaruhi melonjaknya tingkat konsumsi belanja masyarakat, yang otomatis mengerek tingkat inflasi makin tinggi. Namun, pemicu inflasi dari sisi permintaan akan kembali mereda setelah dampak THR tak ada lagi usainya hari raya Idulfitri.
Sebaliknya, tekanan inflasi yang perlu diperhatikan justru dari aspek rantai pasok dan distribusi seperti terhambatnya distribusi barang kebutuhan pokok yang menimbulkan antrean panjang. Efek bottleneck itulah yang rentan menimbulkan kelangkaan barang yang memicu terjadinya kenaikan harga.
Namun, kali ini Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebuah anomali, yakni Indonesia mengalami deflasi year-on-year atau tahunan sebesar 0,09 persen pada 3 Februari 2025. BPS juga mencatat, Indonesia mengalami deflasi bulanan atau month-to-month sebesar 0,48 persen pada Februari 2025.
Deflasi tahunan yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan kejadian langka yang mana kali terakhir deflasi year-on-year Indonesia terjadi pada 25 tahun yang lalu, tepatnya Maret 2000 di mana pada saat itu deflasi sebesar 1,10 persen. Faktor pemicu deflasi saat itu mayoritas disumbang kelompok bahan makanan dan minuman.
Faktor penyebab deflasi bisa dipicu dari menurunnya permintaan publik akan barang dan jasa, saat produksi terus meningkat atau tidak bisa dikurangi, dan masyarakat tidak lagi mengonsumsi barang tersebut karena bosan atau membatasi pembelian.
Juga, perlambatan kegiatan ekonomi sehingga banyak pekerja yang terdampak karena berkurangnya penghasilan sehingga jumlah uang beredar di masyarakat pun menjadi berkurang.
Dapat dipahami, di tengah berlangsungnya pelemahan daya beli masyarakat, hadirnya THR menjadikannya bak katalisator yang bisa mencairkan kemandekan perputaran roda perekonomian.
Meski bersifat musiman, pencairan THR merupakan stimulan bagi bergeraknya lokomotif ekonomi yang diharapkan memantik pertumbuhan kutub-kutub ekonomi baru yang produktif di berbagai pelosok daerah sekaligus berfungsi sebagai ”suplemen obat kuat” di saat lesunya gairah daya beli masyarakat. (*)
*) Sukarijanto adalah pemerhati kebijakan publik dan peneliti di Institute of Global Research for Economics, Entrepreneurship and Leadership.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: