Mudik: Epos Perantau

ILUSTRASI Mudik: Epos Perantau.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren mulai tumbuh di berbagai daerah. Para santri akan diberi masa libur saat Idulfitri sehingga memanfaatkan itu untuk pulang ke kampung halaman demi bersilaturahmi dengan keluarga dan handai tolan.
Kebijakan-kebijakan pada masa penjajahan Belanda juga menjadi pendukung tradisi pulang kampung. Kebijakan pemerintah Hindia Belanda terkait cultuurstelsel dan urbanisasi untuk kebutuhan pekerja industri kolonial menyebabkan banyak orang desa yang dipekerjakan di perkebunan maupun sektor industri.
Sebagian besar kegiatan itu dilakukan di kota-kota besar kolonial seperti Batavia, Semarang, Surabaya, dan Medan. Jumlah kebutuhan pekerja yang banyak tidak dapat dipenuhi penduduk kota menyebabkan perlunya mendatangkan pekerja dari daerah perdesaan.
Oleh karena itu, makin banyak ”orang kampung” yang melakukan urbanisasi. Pada momen Lebaran, para pekerja diberi masa libur dan dimanfaatkan untuk kembali ke kampung halaman.
Kebijakan modernisasi transportasi dengan pembangunan jalur kereta api dan jalan raya untuk kepentingan ekonomi secara tidak langsung meningkatkan mobilitas dan menghubungkan kota-kota besar ke perdesaan.
Munculnya jalur kereta api yang mengubungkan berbagai daerah kota besar dan lokasi perkebunan di perdesaan secara mendorong mobilitas penduduk. Di sisi lain, pembangunan jalan beserta prasarana seperti bus, trem, kendaraan pribadi telah mengikat orang untuk melakukan mobilitas ke luar daerah. Fasilitas itu akan mendorong juga terjadinya ”pulang kampung”.
Selain itu, pada masa penjajahan Belanda dan Jepang diwarnai oleh perlawanan dan pemberontakan. Para pejuang biasanya akan melakukan perjalanan yang jauh dari daerah asal sebagai strategi perlawanan.
Perlawanan-perlawanan terhadap kolonialisme itu akan ”berhenti sebentar” jika bertepatan dengan masa Idulfitri. Pada momen Idulfitri, mereka akan kembali sebentar ke kampung halaman untuk berziarah ke makam leluhur dan bersilaturahmi kepada keluarga dan handai tolan di kampungnya.
Seiring berjalan waktu, setelah Indonesia merdeka, pemerintah memiliki program-program pembangunan. Sebagian besar program pembangunan terjadi di kota-kota besar sehingga aktivitas pekerjaan lebih banyak ada di kota.
Terlebih, pada masa Orde Baru dengan program pembangunannya, makin tingginya arus urbanisasi. Para pelajar berusaha mendapatkan tempat belajar terbaik yang sebagian besar ada di pusat kota.
Para pekerja berbondong-bondong datang ke kota karena kesempatan kerja di kota lebih banyak dan beragam daripada di desa. Selain itu, kebutuhan posisi-posisi di pemerintahan maupun instansi pemerintah lebih banyak di perkotaan. Itu menyebabkan penyerapan aparatur yang berasal dari pelosok daerah.
Kian banyaknya orang daerah yang menuju kota merupakan fenomena urbanisasi. Imbasnya, tradisi silaturahmi saat hari raya Idulfitri menyebabkan mereka akan melakukan mudik. Pemerintah setiap tahun juga memberikan perhatian dalam tradisi mudik itu. Berbagai kebijakan pun lahir guna mendukung tradisi mudik.
Mudik adalah orkestrasi sejarah dan nostalgia perantau. Dari kerajaan hingga era modern, dari jalan setapak hingga jalan tol, tradisi itu terus bertahan melintasi zaman. Selama rindu masih ada, selama itu pula mudik akan tetap menjadi simfoni yang tak pernah usang. Tradisi tersebut tetap lestari sampai sekarang dan di masa yang akan datang. (*)
*) Ikhsa Rosyid Mujahidul Anwari adalah staf Pendidik Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: