Berpuasa Menahan Diri dari Maksiat Kekuasaan

ILUSTRASI Berpuasa Menahan Diri dari Maksiat Kekuasaan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Lalu, pemimpin yang adil itu kira-kira seperti apa? Yaitu, pemimpin yang diprototipekan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW atau setidaknya pemimpin yang seperti Umar bin Khattab yang harus susah payah memanggul gandum sendiri dan memasak untuk rakyatnya.
Sebab, Umar menyaksikan ada rakyatnya yang kelaparan sehingga harus memasak batu untuk membujuk anak-anaknya agar tidak menangis sehingga bisa tertidur dengan menahan rasa lapar.
Atau, adil sebagaimana digambarkan secara teoretis oleh John Rawls (1971), dalam A Theory of Justice, bahwa nilai-nilai sosial didistribusikan dengan setara, kecuali distribusi tidak setara itu membawa keuntungan kepada semua orang. Artinya, setiap orang harus mengambil manfaat dari ketidaksetaraan sosial apa pun.
Dari pendapat tersebut, keadilan itu untuk semua, bukan dipilih-pilih, apa partainya, apa ormasnya, apa golongannya. Bukan seperti yang selama ini terjadi, keadilan hanya untuk golongannya, hanya untuk kelompoknya, hanya untuk koalisinya.
Oleh karena itu, ingatlah bagi pemimpin-pemimpin yang tidak adil dan melampaui batas, sekuat-kuatnya penguasa yang zalim akan dibinasakan. Seperti Firaun ditenggelamkan di Laut Merah (Q.S. Yunus: 90-92 dan Q.S. Taha: 77-79).
Raja Namruz yang terus memusuhi Nabi Ibrahim AS (Q.S. Al-Baqarah: 258) binasa oleh serangan nyamuk yang masuk hidungnya hingga bersarang di otaknya.
Raja Abrahah tewas seperti dedaunan dimakan ulat dari serangan burung Ababil saat hendak menghancurkan Ka’bah Baitullah (Q.S. Al-Fil: 4-5). Abu Lahab dan istrinya, yang tak bosan memusuhi dakwah Nabi Muhammad SAW, binasa secara hina (Q.S. Al-Lahab: 1-5).
Belum terlambat. Ayo, kembali ke jalan tauhid dan keadilan. Wallahu a’lam bishawab. (*)
*) Sufyanto adalah dosen politik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) dan peneliti utama The Republic Institute.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: