Minggu Palma di Gereja Ortodoks Rusia Paroki Santo Serafim Sarov

Minggu Palma di Gereja Ortodoks Rusia Paroki Santo Serafim Sarov

Perayaan Minggu Palma Umat Kristen Ortodoks di Chapel Kristen Ortodoks Gresik. -Munawaroh-HARIAN DISWAY

HARIAN DISWAY – Asap dupa menyembul dari bilik kecil di sudut altar, memenuhi ruangan dengan aroma harum yang khas. Pagi itu, Minggu, 13 April 2025, Gereja Ortodoks Rusia Paroki Santo Serafim Sarov tidak hanya penuh sesak oleh jemaat, tetapi juga penuh makna.

Seloyang penuh salib daun palma dan vas-vas berisi tangkai palma tampak ditata rapi di altar. Semua mata tertuju ke depan saat Romo Ireneus Priyono mengangkat tangan dan memberkati daun-daun palma tersebut.

Lantunan litani mengalun lembut diiringi gemerincing lonceng. Di tengah-tengah kepulan asap dupa yang bergoyang pelan, Romo menggoyang-goyangkan pedupaan, seolah mengajak seluruh ruangan ikut berdoa dalam keheningan yang suci.

Inilah Minggu Palma, awal dari Pekan Suci yang menjadi pintu masuk menuju Paskah. Namun, di Gereja Ortodoks Timur ini, makna Minggu Palma dihayati dengan cara yang berbeda dari gereja-gereja Katolik atau Protestan pada umumnya.

BACA JUGA: Umat Kristen Ortodoks Memasuki Masa Peringatan Pekan Suci

BACA JUGA: Visualisasi Jalan Salib di SMAK Santa Maria, Cara Siswa Songsong Paskah


Perayaan Minggu Palma Umat Kristen Ortodoks di Chapel Kristen Ortodoks Gresik. -Munawaroh-HARIAN DISWAY

Setelah upacara pemberkatan daun palma, Romo Ireneus memasuki ruang Mahakudus—ruang sakral yang hanya dimasuki untuk keperluan liturgis tertentu. Ia kembali membawa Alkitab bersampul emas, lalu mengangkatnya tinggi di hadapan ikon Yesus Kristus.

Sebuah simbol bahwa firman Tuhan adalah terang bagi dunia. Salah satu momen yang menarik perhatian adalah ketika berkat diberikan bukan dengan hosti, seperti dalam tradisi Katolik, tetapi menerima Tubuh dan Darah Yesus melalui Ekaristi Suci.

Jemaat berbaris rapi. Satu per satu mereka menerima menerima berkat sakramen pengakuan dosa sebelum menerima Ekaristi suci, melalui tanda diletakkannya stola/sampur jangga diatas kepala sambil kepala mereka ditutup dengan selendang Romo. Setelah itu, mereka mencium selendang tersebut, lalu lengan sang Romo.

Tubuh dan Darah Yesus melalui Ekaristi Suci itu kemudian disendok dan diberikan secara personal kepada masing-masing jemaat. Bagi jemaat, momen ini tak hanya sakral, tapi juga intim. Sebuah bentuk perjumpaan personal dengan Tuhan lewat simbol-simbol yang penuh makna.

BACA JUGA: 6 Hal yang Perlu Dihindari Saat Paskah

BACA JUGA: Pemerintah Tetapkan Libur Nasional Paskah 2025 pada 20 April 2025

Dalam kotbahnya, Romo Ireneus menegaskan kembali makna terdalam dari Minggu Palma. Bukan sekadar mengenang bagaimana Yesus dielu-elukan saat memasuki Yerusalem, tapi lebih dari itu, menyoroti kemunafikan iman.

"Yesus memang pernah membangkitkan Lazarus," ujarnya, "tapi orang-orang lebih melihat itu sebagai alat untuk mencari keuntungan. Mereka ingin Yesus menjadi raja politik, bukan Juru Selamat rohani," lanjutnya.

Mereka memikirkan nantinya ketika Yesus menjadi raja maka mereka bisa memanfaatkan mukjizat Yesus itu. Ia melanjutkan bahwa banyak dari mereka yang semula bersorak menyambut Yesus, justru menjadi pengecut saat Sang Mesias disalibkan.

"Iman kita seharusnya tidak sebatas pada mujizat-Nya, tetapi pada siapa Dia sebenarnya," tegasnya. Minggu Palma di Paroki Santo Serafim Sarov adalah pengingat bahwa perjalanan iman tak berhenti di gerbang Yerusalem yang ramai, tapi justru diuji di jalan sunyi menuju Golgota. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: