Perfeksionisme Membantu atau Justru Menghambat Kesuksesan?

Perfeksionisme Membantu atau Justru Menghambat Kesuksesan?

Sifat perfeksionis yang dimiliki seseorang terkadang berdampak positif namun ada kalanya berdampak negatif. -Avil Beckford-Pinterest

HARIAN DISWAY - Perfeksionis sering kali dianggap sebagai kelebihan. Karena orang dengan kecenderungan tersebut menunjukkan keseriusan, ketelitian, dan mau berusaha lebih.

Orang seperti itu biasanya ingin segala hal dikerjakan sebaik mungkin dan tidak asal selesai.

Namun, sifat itu tidak selalu membawa dampak positif jika cara berpikirnya tidak bisa dikendalikan.

BACA JUGA:7 Cara Membangun Hubungan dengan Seseorang yang Memiliki Sifat Avoidant

Perfeksionisme muncul saat seseorang merasa harus mencapai standar tertentu agar hasilnya dapat dianggap layak.

Masalahnya, standar itu sering kali terlalu tinggi dan sulit dicapai secara konsisten. Ketika harapan tidak sesuai kenyataan, muncullah rasa kecewa, malu, bahkan menganggap diri sendiri tidak cukup baik.

Orang yang perfeksionis cenderung tidak cepat puas. Ia sering merasa harus memperbaiki sesuatu yang sebenarnya sudah cukup.

BACA JUGA:Alasan Psikologis Mengapa Wanita Lebih Ekspresif dalam Berkomunikasi

Seorang perfeksionis bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk memoles hal kecil yang tidak terlalu penting.

Hal itu membuat pekerjaan semakin tertunda dan tenaga terkuras hanya karena takut ada yang kurang.

Sifat perfeksionis juga berkaitan erat dengan rasa takut terhadap kesalahan dan penilaian dari orang lain.

BACA JUGA:Ada Dampak Psikologis Judi Online, Coba Kenali Ciri-ciri Kecanduan dan Peluang Pemulihannya

Ia khawatir hasilnya tidak akan sesuai ekspektasi atau tidak dihargai karena dianggap kurang sempurna.

Semakin tinggi muncul rasa takut itu, semakin berat beban yang dirasakan saat mengerjakan tugas apapun.

Tidak sedikit orang perfeksionis justru sering menunda pekerjaan. Karena merasa belum siap mengerjakannya.

BACA JUGA:Kenakalan Remaja di Surabaya, Psikolog: Ada Target Psikologis yang Dicari

Ia merasa harus menunggu kondisi ideal atau ide yang sempurna sebelum mulai. Padahal, penundaan itulah yang membuat situasi semakin rumit. Karena waktu terus berjalan dan tekanan akan semakin besar.


Saat bekerja dalam sebuah tim, sebaiknya lebih meminimalisir perfeksionisme dalam diri agar tidak merugikan orang lain. -Lisa Quast-Pinterest

Dalam kerja kelompok atau organisasi, sifat perfeksionis kadang menimbulkan kesulitan tersendiri.

Ia bisa sulit percaya pada hasil kerja orang lain dan merasa semua harus sesuai caranya.

BACA JUGA:Trust Issue dan Dampaknya ke Kondisi Psikologis

Akibatnya, komunikasi antaranggota akan terganggu. Orang lain merasa tertekan, dan suasana kerja menjadi tidak kondusif dan tidak nyaman.

Meski begitu, perfeksionisme tidak selamanya buruk. Jika diarahkan dengan benar, sifat itu bisa jadi kekuatan untuk menjaga kualitas dan meningkatkan hasil kerja seseorang.

Yang penting adalah tahu kapan harus berhenti, tahu mana yang penting, dan tidak memaksa diri mencapai sesuatu yang tidak realistis.

BACA JUGA:Dapat Trauma Psikologis, Mantan Moderator Konten Gugat TikTok

Perfeksionisme akan lebih sehat jika diimbangi dengan penerimaan diri dan kesadaran. Bahwa kesalahan itu adalah sesuatu yang wajar terjadi.

Kita bisa tetap memiliki target tinggi, namun tetap fleksibel dan tahu kapan harus realistis. Dengan begitu, perfeksionisme justru akan mendorong sebuah kemajuan, bukan menghambat langkah kita sendiri.

Jadi, apakah perfeksionisme itu baik atau tidak? Jawabannya bergantung pada bagaimana kita menanggapinya.

BACA JUGA:Curhat dan Dampaknya untuk Kesehatan Mental, Jangan Pendam Sendirian

Jika kita bisa mengelola harapan dan tetap terbuka pada sebuah kenyataan, maka sifat itu akan membantu kita untuk terus maju.

Namun, jika hal itu dibiarkan berlebihan, bisa membuat kita sulit berkembang dan mudah frustrasi. (*)

*) Mahasiswa magang dari Prodi Sastra Inggris, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: