Rumah Gemah Ripah dan Upaya Menumbuhkan Budaya Apresiasi

Rumah Gemah Ripah dan Upaya Menumbuhkan Budaya Apresiasi

Rumah Gemah Ripah dan penggemar memiliki kesamaan dalam mengapresiasi musik dan seni pertunjukan. -flickr-Pinterest

“Dari hasil penjualan tiket tersebut akan kami simpan dalam pembukuan berbeda, lisensi punya kas sendiri, dan penjualan tiket punya kas sendiri. Apabila kami mengalami kekurangan dana saat memproduksi sebuah pentas, kami akan mengambil dana dari kas milik divisi lisensi,” lanjut Ega.

Keseriusan RGR dalam mengurus lisensi yang awalnya hanya untuk band yang akan tampil di pentas pun mendapat banyak perhatian dari khalayak, dan pada 2023 unit lisensi bertransformasi menjadi record label dan publisher bernama Bojakrama Press.

BACA JUGA: Kemenkum Jatim dan Ditjen PP Gelar Audiensi Evaluasi dan Harmonisasi Perda

Dengan kendaraan baru, dan keuangan yang lebih sehat dari sebelumnya, RGR berkomitmen akan membuat pentas dengan skala ‘sedikit lebih besar’.


Januari lalu, Rumah Gemah Ripah mempersembahkan pentas musik yang dihadiri beberapa band hard core. -@rumahgemahripah-Instagram

Hadir dan eksisnya RGR seakan menjadi antitesis dari kondisi industri musik di Surabaya maupun nasional yang kebanyakan mengandalkan pendanaan dari pihak sponsorship dalam mengadakan pentas.

Membangun Budaya Kolektif

Sejak awal, RGR menyadari bahwa ada gap pemahaman antara promotor musik dengan para penggemar. Promotor seringkali menilai tarif tiket pentas di Indonesia masih ‘terlalu murah’ dan mustahil mencapai kemandirian dalam hal pendanaan, sedangkan hal tersebut masih sulit dipahami oleh para penggemar.

BACA JUGA: Peringatan Hari Musik Nasional, Ziarah Indonesia Raya di Makam W.R. Soepratman

Apa yang dilakukan RGR secara tidak langsung adalah upaya dalam membentuk kesadaran kolektif yang lebih berkelanjutan. Para penggemar secara tidak langsung akan terbiasa dengan tarif tiket yang ‘mahal’ dan dapat memahami bahwa angka-angka tersebut tidak turun dari ruang hampa.

Selalu ada perhitungan yang matang di balik tarif tiket tersebut: honor para penampil, biaya sewa tempat dan alat produksi, hingga perintilan-perintilan yang mendukung keberlangsungan pentas.

Kini, RGR dan para penggemar seperti tidak berjarak lagi. Mereka memiliki kesamaan dalam mengapresiasi musik dan seni pertunjukan. Selain itu, RGR juga membawa ide pentingnya berjejaring antarkolektif dan para penampil di tiap-tiap kota, bahkan hingga lintas negara.

BACA JUGA: Hari Musik Nasional 2025 Digelar 8-9 Maret 2025, Usung Tema Indonesia Mendoa

Berjejaring membuat permasalahan akan menjadi pembahasan bersama. Upaya saling bantu antar kolektif dapat menguatkan solidaritas dan sering kali membuka ruang-ruang kolaborasi yang baru.

RGR sendiri bukan kumpulan anak kemarin sore, mereka bukan tidak menarik di mata sponsor. Tak terhitung pula korporasi-korporasi merayu mereka untuk bekerja sama.

Bermitra dengan Penggemar

Di masa para promotor berlomba-lomba mencari sponsorship kesana kemari RGR tetap anteng dengan jalannya sendiri. Bayangkan saja, dengan bermodal uang uang parkir di lokasi pentas, Anda bisa menikmati pentas musik megah, dengan penampil yang banyak di tempat yang nyaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: