Trump Klaim Ditelepon, Beijing Membantah

Trump Klaim Ditelepon, Beijing Membantah

KRITIK LEWAT MURAL, seniman Jerman Eme Freethinker menggambar Donald Trump dan tulisan Made in China pada tembok Mauerpark di Berlin, Jerman, 26 April 2025.-Tobias Schwarz-AFP-

Dalam konferensi pers di Beijing, perencana ekonomi senior Zhao Chenxin menyatakan, "Kami percaya dengan teguh bahwa jika Anda melawan dunia dan kebenaran, Anda hanya akan mengisolasi diri sendiri."

BACA JUGA:Antisipasi Tarif Trump, Indonesia Alihkan Ekspor ke Eropa dan Australia

BACA JUGA:Trump Marah Harvard Tak Penuhi Keinginannya, Ancam Cabut Hibah dan Status Bebas Pajak

Ia menambahkan, "Hanya dengan berjalan bersama dunia dan moralitas, kita bisa memenangkan masa depan."

Beijing juga menuding Washington mengandalkan "unilateralisme dan intimidasi."

Sementara itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent membela kebijakan tarif Trump. Bessent bilang bahwa tarif itu adalah upaya menciptakan "ketidakpastian strategis" yang menguntungkan posisi Washington.

Menanggapi pernyataan Bessent, Guo Jiakun memperingatkan bahwa jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah melalui dialog dan konsultasi, maka negeri itu harus menghentikan ancaman dan pemerasannya.

Meski Tiongkok mengakui tekanan eksternal akibat perang dagang itu, seperti yang disampaikan pejabat Kementerian Tenaga Kerja Yu Jiadong, mereka tetap bersikukuh untuk "melawan hingga akhir."


MENGECEK FORKLIFT, manajer Huochacha New Energy Group Zhang Cundong beraktivitas di kantornya, di Provinsi Bac Ninh, Vietnam, 15 April 2025. Dulu, ia mengekspor alat berat ke Vietnam dari Tiongkok sebelum dilempar ke AS. Tapi, Vietnam pun kena tarif 46 pe-AGENCE FRANCE-PRESSE-

Yu mengakui bahwa tarif tinggi dari AS telah menciptakan tantangan produksi dan operasional bagi beberapa perusahaan berorientasi ekspor. Dampaknya langsung terasa pada sebagian pekerja.

Yang terang, tenggat 90 hari bagi banyak negara untuk mencapai kesepakatan dengan Washington kian dekat. Dan senyampang deadline itu belum tercapai, saling klaim antara Washington dan Beijing menambah ketidakpastian arah perundingan ke depan. (*)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: