Tambang Emas Pulau Madura

ILUSTRASI Tambang Emas Pulau Madura. Tembakau emas (Campalok) yang tumbuh di Madura berharga mahal layaknya emas. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Menurut Disperindag Jatim pada tahun 2023, tercatat di sisi off farm, penyerapan tenaga kerja sebesar 90 ribu tenaga produksi/pabrik. Ya, tentu itu jumlah yang luar biasa. Satu jenis tanaman yang memberikan peluang penghidupan.
Pada sektor on farm, angkanya lebih tinggi lagi. Tercatat telah melibatkan tenaga kerja kurang lebih mencapai 387.000 petani dan buruh tani tembakau dan cengkih di seluruh sentra-sentra produksi tembakau di Jawa Timur.
Sedangkan untuk petani dan buruh tani khusus tembakau, tercatat mencapai kurang lebih 279.000 orang.
Sementara itu, di Madura saja diperkirakan mencapai 95.895 kepala keluarga. Entah berapa jumlahnya jika mereka bekerja bersama anak dan menantunya (tahun 2024 belum ada data update).
Data di atas belum termasuk tenaga kerja yang ada pada sektor pendukung industri hasil tambakau (IHT) yang meliputi distribusi dan ritel yang sangat mungkin jumlahnya mencapai ribuan tenaga kerja. Tetapi, ihwal itu bukan sekadar pekerjaan bagi petani, melainkan sebuah energi yang menyambungkan napas pada hari-hari tua.
Berikut saya uraikan juga hasil catatan yang didapat dari hasil diskusi saat saya pulang kampung setidaknya dalam satu tahun terakhir. Terkadang saya menyempatkan diri berkumpul dengan saudara dan teman-teman lama, terutama di Pamekasan dan Sumenep.
Dengan begitu, artikel ini tidak muncul hanya berdasar pemikiran saya sendiri, tetapi sebuah rangkuman data. Dari petani, pabrik kecil, hingga menengah yang punya harapan dan keinginan yang sama pula. Yaitu, adanya regulasi dan keberpihakan.
Yang pertama dari sudut IHT (industri hasil tembakau). Pemilik pabrik-pabrik kecil. Menurut mereka, mereka juga tidak mau menjual rokok tanpa pita alias ”bodong”.
Mereka juga siap taat seperti pabrik besar, Gudang Garam dan Sampoerna. Asal, ada kebijakan relaksasi berupa penurunan atau penyesuaian terhadap tarif cukai, PPN dan PPH. Kebijakan yang membuat mereka punya cukup waktu berproses mengembangkan bisnis.
Kedua, dari sudut petani. Para petani tembakau merasa sebagai ujung tombak industri yang juga terpinggirkan dari radar kebijakan pemerintah.
Di balik gemuruh mesin pabrik rokok di Surabaya, Kediri, dan Jember, ada tangan-tangan kasar petani tembakau Madura yang memetik daun emas, dari ladang-ladang kering di Pamekasan, Sumenep, Bangkalan, dan Sampang. Keberadaan mereka tak pernah dikenal di panggung nasional, tetapi memiliki kontribusi nyata.
Mereka ikut menopang Rp 216,9 triliun. Itu adalah total pendapatan cukai hasil tembakau yang diperoleh pada 2024. Dari total angka itu, Jawa Timur menyumbang lebih setengahnya. Jatim memberikan kontribusi sekitar 55,73 persen dari total penerimaan DBH CHT nasional.
Mungkin itu yang dimaksud ”Ladang-Ladang Membayar Pajak Negara”.
Tembakau bukan sekadar komoditas, bukan hanya soal ekonomi. Kata mereka, ”Tembakau lebih dari itu. Tembakau adalah warisan dan kebanggaan masyarakat Madura”. Ia mewarisi aroma peluh nenek moyang dengan kadar nikotin yang kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: