Sinopsis Devil May Cry, Ketika Pembantaian Iblis Berubah Jadi Kritik Sosial

Sinopsis Devil May Cry, Ketika Pembantaian Iblis Berubah Jadi Kritik Sosial

Devil May Cry V--

Apakah semua iblis pantas dibunuh? Apakah yang selama ini mereka yakini benar adanya? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu tak selalu pasti, tapi justru membuat mereka lebih manusiawi.

BACA JUGA:Rekomendasi 5 Anime untuk Ngabuburit, dari Super Cub hingga Kino’s Journey

BACA JUGA:Anime Hotel Inhumans Siap Tayang Juli, Kisah Hotel yang Melayani Para Pembunuh Bayaran

Namun jangan khawatir. Ini tetap Devil May Cry. Aksi-aksi yang tersaji tetap penuh gaya. Penuh ledakan. Dan penuh darah.

Pertarungan demi pertarungan tampil memukau, dengan koreografi yang mulus, imajinatif, dan sesekali jenaka. Bahkan ada momen-momen yang seakan-akan meminjam gaya John Wick lalu menyuntikkan humor khas Dante di tengah kekacauan.

Namun puncak artistik serial ini justru muncul di episode ke-6. Episode tanpa dialog yang menyelami kisah masa lalu Lady dan sang White Rabbit secara paralel. Dengan dua gaya animasi berbeda dan iringan lagu baru dari Evanescence, episode ini menjelma jadi puisi visual yang menyayat. Sebuah eksperimen berani yang berhasil.

Soal musik, serial ini juga tidak main-main. Lagu tema menggunakan Rollin’ dari Limp Bizkit, lalu disusul deretan lagu ikonik seperti Last Resort, Guerrilla Radio, hingga American Idiot. Ada juga versi baru dari lagu Devil Trigger yang kini lebih cocok dengan karakter Dante muda.

BACA JUGA:Utahime Dream Akan Diadaptasi Menjadi Anime, Tampilkan Persaingan Utahime dalam Lagu dan Pertunjukan

BACA JUGA:5 Rekomendasi Anime Menunggu Waktu Berbuka selama Ramadan

Dan berbicara soal suara, kehadiran Johnny Yong Bosch sebagai pengisi suara Dante muda adalah keputusan yang tepat. Aktor yang juga mengisi suara Nero dalam game Devil May Cry V ini mampu memadukan kekonyolan, arogansi, dan kerentanan Dante dengan sangat meyakinkan.

Namun yang paling mencuri perhatian tentu saja almarhum Kevin Conroy. Dalam salah satu peran terakhirnya, ia menghidupkan karakter Baines dengan intensitas menyeramkan.

Pada akhirnya, Devil May Cry versi Netflix bukan sekadar adaptasi. Ia adalah reinterpretasi. Sebuah usaha menyegarkan mitos lama dengan cara baru. Sebuah pertaruhan yang berhasil.

Satu-satunya kekurangan hanyalah satu: akhirnya begitu menggantung, hingga kita hampir pasti akan resah menunggu musim keduanya. Dante masih bergaya. Tapi kini, ia juga punya isi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: