Matinya Hukum Lingkungan Hidup

Peserta kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup membersihkan Mangrove Tambak Wedi. --
Bahkan, dalam banyak kasus, laporan warga tidak pernah ditindaklanjuti, dan pelanggar dibiarkan bebas beroperasi. Itu adalah bentuk nyata pengabaian sistemik terhadap prinsip keadilan lingkungan.
Ketiga, pengabaian terhadap hukum lingkungan juga menunjukkan buruknya tata kelola pemerintahan. Keterbukaan informasi publik sangat minim. Proses penyusunan kebijakan tidak partisipatif.
Sementara itu, ruang-ruang demokrasi lingkungan dibatasi, bahkan dibungkam. Warga dan pembela lingkungan yang menyuarakan pelanggaran kerap menghadapi intimidasi. Padahal, UU PPLH menjamin perlindungan hukum bagi mereka.
Keempat, ada ketimpangan kuasa antara komunitas terdampak dan pelaku usaha. Korporasi besar memiliki sumber daya hukum dan politik yang jauh lebih besar. Mereka bisa menyewa konsultan, berjejaring dengan pejabat, bahkan memengaruhi kebijakan publik.
Sementara itu, warga desa, nelayan, petani, dan warga lainnya yang harus berjuang sendiri menuntut hak acap kali tanpa perlindungan negara. Ketika suara mereka tak dianggap dan hukum tak hadir, yang tersisa hanya rasa frustrasi dan kehilangan.
Kelima, sistem hukum kita belum sungguh-sungguh mengakui pentingnya pendekatan ekologis dan keadilan lingkungan sebagai dasar pembangunan.
Selama paradigma pembangunan masih mengandalkan eksploitasi sumber daya secara besar-besaran demi pertumbuhan ekonomi, hukum lingkungan akan terus dinomorduakan.
Kita tidak sedang kekurangan regulasi –kita sedang kekurangan keberanian politik dan komitmen moral untuk menjalankan regulasi itu secara adil.
WARGA HARUS BERSUARA
Kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Masyarakat sipil harus memperkuat solidaritas dan jaringan advokasi lintas sektor. Warga yang selama ini bersuara dan melawan tidak boleh berdiri sendiri.
Kampung-kampung yang menolak tambang, menolak tambak yang merusak, dan menuntut udara bersih adalah garda depan perjuangan konstitusional.
Pemerintah daerah di Jawa Timur harus berhenti menjadi bagian dari perusakan. Mereka harus kembali pada amanat konstitusi: melindungi rakyat dan lingkungan hidup.
Hukum lingkungan harus ditegakkan, tidak untuk menakuti, tetapi untuk menjamin hak hidup yang layak bagi semua.
Jika negara terus membiarkan pencemaran dan kerusakan lingkungan tanpa penegakan hukum, sejatinya negara telah gagal menjalankan fungsi dasarnya.
Dan saat itu tiba, warga tak hanya menjadi korban –tapi sekaligus saksi sejarah atas matinya keadilan lingkungan di negeri ini. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: