Pupusnya Kemesraan Donald Trump-Elon Musk yang Mengancam AS, Bulan Susah Tergapai

Pupusnya Kemesraan Donald Trump-Elon Musk yang Mengancam AS, Bulan Susah Tergapai

--

’’Pertikaian’’ Presiden AS Donald Trump dan bos SpaceX Elon Musk memang bukan sekadar ’’perceraian politik’’ semata. Di dalamnya ada fakta bahwa ketergantungan pada sektor swasta sejatinya membuat AS rapuh.

ELON Musk mengancam akan menghentikan pengoperasian kapsul Dragon, wahana yang selama ini menjadi andalan NASA untuk mengangkut astronot ke Stasiun Antariksa Internasional (ISS). Ancaman itu muncul tak lama setelah Presiden Donald Trump mengisyaratkan akan membatalkan kontrak-kontrak miliaran dolar pemerintah dengan SpaceX.

Musk—orang terkaya di dunia itu—kemudian menarik kembali ancamannya. Namun ketegangan itu memunculkan satu pertanyaan besar: seberapa rapuh ketergantungan Amerika Serikat pada sektor swasta dalam hal eksplorasi luar angkasa?

Didirikan pada 2002, SpaceX telah menyalip kontraktor-kontraktor lama untuk menjadi penyedia peluncuran utama dunia. Berkat ambisi Musk untuk menjadikan manusia sebagai spesies multiplanet, perusahaan itu kini menjadi satu-satunya tumpuan NASA untuk misi berawak ke luar angkasa.

BACA JUGA:Berselisih Dengan Trump, Elon Musk Mengundurkan Diri dari Jabatan Kepala DOGE

BACA JUGA:Kelebihan dan Kekurangan Wifi Starlink Milik Elon Musk

Hingga kini, SpaceX telah menyelesaikan 10 rotasi kru ke ISS. Mereka juga dikontrak untuk empat misi tambahan dalam kesepakatan senilai hampir USD 5 miliar (sekitar Rp 81 triliun).

Selain itu, SpaceX juga menerima hampir USD 6 miliar (sekitar Rp 97 triliun) dari Angkatan Luar Angkasa AS untuk layanan peluncuran. SpaceX pun menerima USD 1,8 miliar (sekitar Rp 29 triliun) untuk proyek rahasia satelit mata-mata Starshield.

Jika kapsul Dragon benar-benar dihentikan, AS akan kembali bergantung pada roket Rusia Soyuz. Itu pernah terjadi pada 2011–2020, saat program Space Shuttle pensiun. Sebelum Dragon beroperasi.

“Dalam iklim geopolitik saat ini, menyewa roket Rusia sangat tidak ideal,” kata analis luar angkasa Laura Forczyk kepada kantor berita Agence France-Presse.


Grafis by Gusti--

NASA semula berharap kapsul buatan Boeing, Starliner, dapat menjadi alternatif. Namun kegagalan dalam uji awak dan keterlambatan bertahun-tahun telah membuatnya belum bisa digunakan. Bahkan misi logistik NASA kini sepenuhnya bergantung pada roket Falcon 9 milik SpaceX.

Situasi itu juga berdampak langsung pada program ambisius Artemis. NASA merencanakan menggunakan Starship—roket raksasa generasi baru buatan SpaceX—untuk misi pendaratan manusia di bulan.

Jika proyek tersebut terganggu, pesaing seperti Blue Origin mungkin mengambil alih. Tetapi jadwal peluncuran pasti akan mundur. Artinya, itu bisa memberi kesempatan pada Tiongkok yang menargetkan pendaratan bulan pada 2030.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: