Refleksi Bulan Pancasila, Juni 2025: Pancasila di Tengah Pluralisme Ideologi

Refleksi Bulan Pancasila, Juni 2025: Pancasila di Tengah Pluralisme Ideologi

ILUSTRASI Refleksi Bulan Pancasila, Juni 2025: Pancasila di Tengah Pluralisme Ideologi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Bukti Hukum dari Terlapor Rektor Universitas Pancasila

Setiap individu atau kelompok bebas untuk memilih ideologi di ”pasar bebas” tersebut. Itulah yang menjadikan ideologi Pancasila menjadi ”termarginalisasi” atau ”terasing” dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara atau bersaing dengan ideologi lainnya. 

Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang ”pindah ke lain hati” karena kecewa dengan praktik ideologi Pancasila oleh para elite atau pejabat negara. Bahkan, ideologi Pancasila sudah tidak lagi menjadi rujukan bagi bangsa dan negara ini dalam mengatur negara dan masyarakat menuju cita-cita idealnya. 

Secara normatif, mungkin ideologi Pancasila masih menjadi ideologi formal negara, tapi dalam tataran praksisnya masih jauh dari yang diharapkan.

BACA JUGA:Rektor Universitas Pancasila Didemo, Jadi Sulit Kerja

BACA JUGA:Rektor Universitas Pancasila Dipolisikan Karyawati

Soekarno sebagai penggagas dan juru bicaranya pada waktu itu dengan tegas memberikan dua kualifikasi utama kepada Pancasila, yaitu kedudukannya sebagai dasar filsafat negara (philosophische grondslag) dan fungsinya sebagai suatu pandangan (tentang) dunia (weltanschauung). 

Pancasila tidak hanya menjadi ideologi negara, tetapi juga menjadi falsafah dan sistem hidup berbangsa dan bernegara. 

Sayang, dalam praktik berbangsa dan bernegara, para penyelenggara negara lebih cenderung mengesampingkan nilai dan prinsip-prinsip dasar dari lima sila dalam Pancasila. Lalu, menggantinya dengan ideologi dan sistem hidup yang lain, apakah itu liberalisme ataupun kapitalisme. 

BACA JUGA:Lahirnya Pancasila

BACA JUGA:Emil Dardak Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila, Ajak Perkokoh Ideologi Pancasila

Contohnya, hal itu terwujud dalam kehidupan dan peyelenggaraan negara di bidang ekonomi. Sistem ekonomi Pancasila yang lebih mendasarkan pada ekonomi kerakyatan (baca: UUD 1945 pasal 33), misalnya, dalam praktik perekonomian nasional telah berubah wujud menjadi ekonomi kapitalisme. 

Indikasi yang paling telanjang adalah lahirnya peraturan perundang-undangan yang pro-asing/kapitalis (baca: UU Cipta Kerja, UU Migas, dan UU Ketenagalistrikan), menjamurnya pasar-pasar supermodern dan pada saat yang sama regulasi tersebut menghancurkan pasar tradisional, serta menjamurnya intervensi kapital melalui proyek-proyek strategis nasional (PSN) yang tidak ramah lingkungan dan menggusur eksistensi masyarakat lokal. 

Dalam bukunya, Rezim Pangan dan Masalah Agraria: Seri Kajian Petani dan Perubahan Agraria, McMichale (2019) menyebutkaan bawah pengusiran dan penggusuran adalah implikasi dari pencaplokan tanah-tanah rakyat yang dikuasai negara yang diberikan kepada para investor secara gratis atau harga murah, dengan mengorbankan hak-hak reproduksi sosial-ekonomi petani. 

Fakta yang paling telanjang adalah menguatnya pihak asing yang menguasai sumber-sumber ekonomi serta industri sumber daya mineral dan energi strategis nasional. Kondisi itu mengusik rasa nasionalisme kolektif kita. Hampir 80 persen sumber-sumber ekonomi strategis tersebut dikuasai pihak asing. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: