Iran vs Israel: The Clash of Wills (Pertarungan Kehendak)

ILUSTRASI Iran vs Israel: The Clash of Wills (Pertarungan Kehendak).-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
KONFLIK antara Iran dan Israel telah menjadi salah satu titik panas paling konsisten di kawasan Timur Tengah. Bukan sekadar perselisihan dua negara, melainkan juga pertarungan tersebut mencerminkan ”pertarungan kehendak” (the clash of wills).
Benturan kehendak yang melampaui aspek militer, agama, dan politik regional.
Dalam bingkai pemikiran Carl von Clausewitz, konflik itu adalah duel besar yang memperlihatkan bagaimana kekuatan beradu. Kekuatan ideologi dan kepentingan saling beradu untuk memaksakan kehendak masing-masing.
BACA JUGA:Perang Iran-Israel Berlanjut Hingga Senin, Iran Bersumpah Akan Lanjutkan Hingga 'Kehancuran Total'
BACA JUGA:Serangan Iran Tewaskan Setidaknya 8 Warga Israel, Ratusan Orang Lainnya Terluka
Perang, dalam konteks Clausewitz, adalah upaya memaksa lawan tunduk pada kehendak kita. Itulah yang sedang dimainkan Iran dan Israel dalam panggung sejarah modern. Oleh sebab itu, duel besar pun tak dapat dihindari.
IRAN: IDEOLOGI DAN PERLAWANAN
Sejak Revolusi Islam 1979, Iran menyatakan diri sebagai pusat perlawanan terhadap ”arogansi Barat” dan ”ancaman Zionis”. Iran tidak pernah mengakui eksistensi Israel.
Bahkan, secara terbuka, mereka mendukung kelompok-kelompok perlawanan seperti Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Palestina.
BACA JUGA:Iran dan Israel Saling Serang Semalam Suntuk, Warga Dibayang-Bayangi Ketakutan
BACA JUGA:Trump Desak Iran Buka Negosiasi dengan Israel, Atau Hadapi Serangan yang Lebih Brutal
Bagi Iran, Israel adalah simbol penjajahan dan ketidakadilan yang harus dilawan. Kehendak Iran ternyata bukan sekadar retorika. Iran membangun kekuatan melalui proxy war, dengan memperluas pengaruhnya dari Lebanon, Suriah, Irak, hingga Yaman.
Dengan jaringan milisi bersenjata dan pengembangan teknologi rudal balistik, Iran berusaha mengukuhkan posisinya sebagai kekuatan regional yang tidak bisa diabaikan.
Hal tersebut adalah manifestasi dari kehendak Iran untuk mewujudkan visinya tentang tatanan Timur Tengah yang baru. Sebaliknya, Israel tidak memiliki legitimasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: