Wahabi Lingkungan

ILUSTRASI Wahabi Lingkungan. Wahabi lingkungan adalah istilah yang diciptakan Ulil Abshar Abdalla. Ia merupakan salah seorang ketua di PBNU. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Ketika ada tawaran konsesi tambang kepada ormas keagamaan, NU dan Muhammadiyah menjadi dua organisasi yang menerima tawaran konsesi. Hal itu menimbulkan perdebatan sengit.
Sebab, ormas keagamaan dianggap tidak mempunyai kompetensi dalam pengelolaan tambang. Munculnya Fahrur Rozi dalam pusaran kasus tambang Raja Ampat membuat PBNU berada dalam ”hot water”.
Dalam perdebatan dengan aktivis Walhi, Ulil terdesak ketika diminta untuk memberikan contoh mana pertambangan yang tidak merusak lingkungan. Dalam posisi defensif itu, Ulil kemudian mengeluarkan istilah ”Wahabi lingkungan”.
Para aktivis lingkungan garis keras seperti Walhi dan Greenpeace disamakan dengan Wahabi yang menggunakan pendekatan tekstual dalam pemahaman agama yang puritan.
Terlepas dari pandangan Ulil yang peyoratif terhadap wahabisme, pembelaannya terhadap tambang mendapat reaksi keras dari banyak orang.
Ulil mengatakan bahwa ”good mining” yang membawa maslahat bagi publik diperbolehkan. Yang tidak diperbolehkan adalah ”bad mining” yang merusak lingkungan dan membawa mafsadat bagi publik.
Serangan terhadap Ulil datang dari internal NU. Nadirsyah Hosen, aktivis NU yang mengajar di Monash University, Australia, mengceam pendekatan Ulil.
Ia menganggap pandangan Ulil bisa menjadi justifikasi moral yang berbahaya bagi perusahaan pertambangan yang tidak peduli kepada prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kemanusiaan.
Kecaman tajam juga datang dari Martin van Bruinessen, peneliti dan penulis ahli mengenai tarekat dan NU. Ia prihatin terhadap gerakan NU yang makin dekat dengan kekuasaan dan menerima konsesi tambang.
Van Bruinessen khawatir NU akan terjebak dalam kemerosotan nilai moral akibat keterlibatannya dalam pertambangan.
Secara khusus Van Bruinessen menyoroti debat Ulil dengan aktivis Walhi. Menurutnya, Ulil tidak menujukkan argumen yang memadai dan malah terjebak dalam arogansi argumen. Kasus Raja Ampat itu akan menjadi turning point bagi Ulil. Sebagai intelektual NU, Ulil dianggap telah mempermalukan diri sendiri.
Reaksi keras publik mungkin tidak akan memunculkan fatwa darah halal bagi Ulil. Tetapi, seperti kata Van Bruinessen, reputasi Ulil sebagai intelektual muda NU menjadi taruhan. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: