Panoptikon Digital Bernama AI

Panoptikon Digital Bernama AI

AI hadir sebagai pengawas tak kasatmata yang mempengaruhi cara kita berpikir, berinteraksi, dan membuat keputusan setiap hari.--Getty Images

Era digital sekarang ini, masyarakat acapkali tidak sadar sedang diawasi yang membuat AI berkuasa. Aksesibilitasnya tidak terbatas pada sekat-sekat institusional, tetapi meluas dan menjalar pada setiap individu di setiap interaksi digital melalui ponsel pintar atau sejenisnya.

Adalah sesuatu yang normal ketika sekarang ini mencari tempat makan atau tempat nongkrong melihat ulasan dan rating terlebih dahulu. Ulasan dapat mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan, meskipun terkadang ulasan tersebut masih bisa diragukan kebenarannya.

BACA JUGA: Kembangkan Teknologi Artificial Intelligence Kesehatan, UBAYA-Nexmedis Kerja Sama Lebih Intens

Pun demikian saat memanfaatkan teknologi peramban di dunia digital, data setiap individu atau rekam jejaknya dapat ditampung dan dikumpulkan sebagai bahan bakar AI melalui algoritma.


Visualisasi bagaimana AI hadir sebagai solusi instan dalam kehidupan sehari-hari, namun menyimpan potensi pengawasan tersembunyi.--Getty Images

Mungkin, bagi pengguna, hal itu terasa biasa saja. Padahal, jejak digital yang ditinggalkan terus-menerus saat melakukan klik, pencarian, ekspresi wajah, nada suara, berkirim pesan, justru membuat AI yang tak terlihat semakin memperluas kekuasaannya. Semua tindakan direkam dan disimpan, diproses, dianalisa, dan dinilai. 

Menurut Foucault, kekuasaan modern bukanlah kekuatan yang memaksa, melainkan kekuatan yang mendisiplinkan secara halus. AI sekarang ini bukan kekuasaan yang datang dalam bentuk kekerasan, melainkan dalam bentuk pengawasan yang halus dan tanpa disadari oleh subjek. 

BACA JUGA: Wamenkominfo Nezar Patria Dorong Dunia Kedokteran Adopsi Teknologi Artificial Intelligence (AI)

Ada relasi setara yang saling membentuk antara kekuasaan dengan pengetahuan, sehingga pengetahuan menjadi tak terpisahkan dari rezim-rezim kekuasaan. Pengetahuan pun ikut terbentuk dalam praktik kekuasaan dan turut berperan dalam pembentukan, perbaikan, dan perawatan teknik-teknik kekuasaan.

AI sebagai sebuah kekuasaan dan pengawasan, terdistribusi dengan baik di dalam relasi-relasi sosial. Dalam banyak kesempatan, AI tak jarang membuat seseorang tidak menempatkannya sebagai sarana atau alat untuk membantu berpikir dalam mengatasi suatu isu problematis.

Suatu keniscayaan, AI yang mengawasi terus-menerus, anonim, dan berdaya tembus hebat, berkembang sedemikian rupa menjadi sebuah teknologi yang bisa menggantikan posisi manusia. Apalagi, tanpa sadar, pengguna internet turut menyumbang data untuk membuat AI kian update.

BACA JUGA: Bahasa Ibu di Era Kecerdasan Buatan


Tanpa disadari, algoritma menuntun keputusan kita dan menetapkan apa yang dianggap normal dalam ekosistem digital masa kini.--Getty Images

AI menjelma sebagai arsitektur panoptikon digital secara global yang tidak hadir secara fisik, tapi sebagai jaringan serta algoritma. Seperti konsep tahanan panoptikon Bentham, seseorang yang aktif di dunia digital tidak tahu jika diawasi, oleh siapa, oleh apa, atau tujuan apa.

Dalam proses itu, seseorang melakukan internalisasi kemudian mengawasi diri sendiri agar tidak berbeda dengan yang sedang tren atau viral.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: