Bahasa Ibu di Era Kecerdasan Buatan

Bahasa Ibu di Era Kecerdasan Buatan

ILUSTRASI Bahasa Ibu di Era Kecerdasan Buatan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

TANGGAL 21 Februari ditetapkan UNESCO sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day). Pentingnya menjaga Bahasa Ibu sudah disadari oleh dunia. 

Banyaknya bahasa ibu, terutama di Indonesia, merupakan kekayaan dan warisan yang harus dijaga karena keberagaman merupakan sebuah keniscayaan demi kelangsungan bangsa. 

Namun, akhir-akhir ini di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan (AI), keberadaan bahasa-bahasa lokal di Indonesia menghadapi tantangan-tantangan sangat berat yang mungkin tidak pernah diperkirakan sebelumnya. 

BACA JUGA:Menjaga Bahasa, Menjaga Budaya: Refleksi Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional

BACA JUGA:Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional 21 Februari, Fondasi Identitas Kultural dan Komunitas yang Kuat

Dengan lebih dari 700 bahasa daerah yang tersebar di seluruh Nusantara, Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan linguistik terbesar di dunia. 

Globalisasi dan dominasi bahasa nasional serta internasional, terutama bahasa Inggris, makin mengikis keberadaan bahasa-bahasa tersebut. Di balik itu, sebenarnya ada secercah harapan. teknologi dan AI bisa menjadi sekutu yang kuat dalam upaya pelestarian dan revitalisasi bahasa ibu.

DI AMBANG KEPUNAHAN

Bahasa ibu, atau bahasa pertama yang didapat dan dipelajari seseorang dari kecil, bukan sekadar alat komunikasi semata. Ia merupakan identitas budaya, melestarikan kearifan lokal, dan menjadi warisan leluhur yang penting untuk dilestarikan. Sayang, banyak bahasa daerah di Indonesia terancam punah. 

BACA JUGA:Maskapai Lirik Kecerdasan Buatan, Pilot Lebih Butuh Asisten Kecerdasan

BACA JUGA:Kecerdasan Buatan Munculkan Kekhawatiran, Manusia akan Punah…?

Menurut UNESCO, sekitar 140 bahasa daerah di Indonesia masuk kategori rentan hingga kritis. Bahasa-bahasa seperti Ternate, Tidore, dan beberapa bahasa di Papua hanya dituturkan segelintir orang, terutama generasi tua. Jika tidak ada upaya serius, bahasa-bahasa itu bisa hilang dalam beberapa dekade mendatang. 

Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2024 melansir bahwa sebelas bahasa lokal sudah tidak terdeteksi lagi keberadaannya. Suatu kondisi yang sungguh sangat disayangkan.

Penyebabnya? Beragamnya –tetapi disinyalir bahwa urbanisasi, pernikahan antarsuku, dan tekanan ekonomi– adalah faktor-faktor utama yang membuat orang lebih memilih bahasa Indonesia atau bahkan bahasa Inggris sebagai bahasa utama atau bahasa pengantar mereka. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: