Dahlan Iskan Adalah Jawa Pos (2-Habis): Ketika Media Menggugat Diri Sendiri

ILUSTRASI Dahlan Iskan Adalah Jawa Pos (2-Habis): Ketika Media Menggugat Diri Sendiri-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Suatu Hari… di Jawa Pos
Menyeret satu bab dari cerita itu ke jalur hukum, tanpa upaya mediasi yang terbuka, adalah risiko besar. Pasalnya, yang terguncang bukan hanya sosok, melainkan juga institusi. Reputasi. Kredibilitas yang dibangun bertahun-tahun.
Dalam dunia media, citra bukanlah milik satu orang. Ia milik semua yang pernah menulis, menyunting, dan membaca. Maka, ketika lembaga memutus silaturahmi dengan sejarahnya sendiri, yang rusak bukan hanya satu nama, melainkan seluruh ekosistem nilai di dalamnya.
Masih ada banyak jalan yang lebih arif. Mediasi. Audit independen. Forum etik. Ruang dialog terbuka bersama tokoh-tokoh pers. Semua itu lebih baik daripada membawa persoalan ke ranah yang bisa mencederai rasa hormat.
BACA JUGA:Kuasa Hukum Bantah Dahlan Iskan Ditetapkan Tersangka oleh Polda Jatim
BACA JUGA:Dari Taichi Hingga Senam Dahlan: Panggung Penuh Makna Ulang Tahun Harian Disway
Dalam budaya kita, menghormati yang berjasa adalah bagian dari etika dasar. Tidak untuk mengultuskan. Tetapi, untuk menjaga warisan bersama. Sebab, menghargai masa lalu adalah cara terbaik untuk membangun masa depan.
Jangan sampai media, yang seharusnya menjadi penjernih suasana, justru menambah kabut karena gagal merawat keluarganya sendiri.
Pers itu kuat ketika jujur. Juga, luhur ketika tahu cara menjaga martabatnya.
BACA JUGA:Curhat Eri Cahyadi di HUT ke-5 Harian Disway: Pak Dahlan Iskan Guru Saya...
BACA JUGA:Sufmi Dasco-Raffi Ahmad Bertemu Dahlan Iskan di Kantor Disway, Ini yang Dibicarakan
Pun, kalau media mulai melupakan nilai-nilai itu, siapa lagi yang akan jadi panutan? (*)
*) Tantan Hermansah adalah ketua Program Magister Komunikasi & Penyiaran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: