DPR Kritik Lemahnya Pengawasan MBG, Banyak Insiden Siswa Dapat Makanan Tak Layak

Sebanyak 223 siswa sudah mengalami keracunan MBG di Bogor data ini bisa saja terus bertambah-Foto Istimewa-
HARIAN DISWAY - Serangkaian insiden terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali mencuat ke publik setelah kasus dugaan makanan berbelatung di Magelang dan ratusan siswa keracunan di Kupang.
Para ahli dan legislator menilai lemahnya sistem pengawasan menjadi biang keladi utama, bukan sekadar kelalaian teknis penyedia makanan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris, menyebut bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) harus bertanggung jawab penuh atas kelambanan tindak pengawasan dan lemahnya tindakan korektif terhadap mitra pelaksana, yaitu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
BACA JUGA:Sinergi BRI dan Program MBG: Menguatkan Gizi Anak sekaligus Ekonomi Warga
"Sudah saatnya kita tidak hanya mengecam SPPG yang lalai, tapi meninjau ulang sistem pengawasan MBG secara menyeluruh. Tanpa pengawasan ketat, niat baik bisa jadi malapetaka," ujar Charles.
Ia menekankan bahwa BPOM sebagai lembaga teknis seharusnya tidak hanya menjadi “pihak pendukung”, melainkan menjadi garda depan dalam standar keamanan pangan dalam program ini.
Sayangnya, hasil rapat antara DPR, BGN, dan BPOM yang mengamanatkan hal tersebut, belum juga diimplementasikan secara konsisten.
BACA JUGA:BGN dan BPJS Kerjasama Berikan Jaminan Sosial untuk Pekerja Dapur MBG
Di lapangan, dugaan makanan tidak layak konsumsi kembali terjadi. Di SMK Pangudi Luhur Muntilan, Magelang, menu MBG berupa lele goreng dilaporkan mengandung belatung.
Meski pihak sekolah dan penyedia saling klarifikasi, kasus ini menunjukkan minimnya standar kebersihan dan kontrol mutu yang seharusnya berlaku ketat di semua dapur MBG.
Sementara itu di Kupang, NTT, 140 siswa SMP Negeri 8 mengalami gejala keracunan massal usai menyantap menu MBG.
BACA JUGA:Kadin Jatim Fasilitasi Pelaku Usaha Jadi Mitra Dapur MBG, Target 150 Titik di Seluruh Wilayah
BPOM menyatakan tengah menyelidiki kasus tersebut lewat laboratorium untuk memastikan penyebab pastinya.
“Jika tak segera direformasi, program MBG justru bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap inisiatif negara dalam melindungi kesehatan anak-anak,” ungkap Charles.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: