Korea Selatan Mulai Copot Speaker Propaganda di Perbatasan

Korea Selatan Mulai Copot Speaker Propaganda di Perbatasan

TENTARA KOREA SELATAN membawa speaker yang sudah mulai dicopoti di salah satu kawasan perbatasan, 4 Agustus 2025.-SOUTH KOREAN DEFENCE MINISTRY VIA AFP-

Kini, Lee memilih pendekatan berbeda. Ia bahkan meminta kelompok sipil di Korea Selatan untuk menghentikan aksi penyebaran selebaran ke wilayah utara. ’’Demi menjaga perdamaian dan keselamatan warga di wilayah perbatasan,” ujar Koo Byung-sam, juru bicara Kementerian Unifikasi, Senin kemarin.

BACA JUGA:4 Tradisi Merayakan Black Day 14 April ala Jomblo Korea Selatan

BACA JUGA:Kebakaran Hutan Merenggut Puluhan Jiwa di Korea Selatan

Lee juga menyatakan niat membuka pembicaraan tanpa prasyarat. Sebuah langkah diplomatik yang tak lazim dalam tradisi hubungan Korea-Korea.

Namun niat baik Seoul belum tentu disambut hangat Pyongyang. Pekan lalu, Kim Yo-jong, adik pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, melontarkan respons sinis terhadap gestur politis Seoul.

“Jika Republik Korea mengira semua yang telah mereka lakukan bisa dibalik hanya dengan beberapa kata manis yang sentimentil, itu adalah kalkulasi salah besar,” tegas Kim Yo-jong. Ia menggunakan nama resmi Korea Selatan. Tanda bahwa pernyataannya sangat formal.

Pernyataan keras dari Pyongyang itu jadi pengingat bahwa upaya meredakan tensi di Semenanjung Korea tak bisa hanya mengandalkan simbol atau gestur goodwill. Masih banyak pekerjaan rumah.


TENTARA KOREA UTARA berjaga di menara di samping speaker raksasa yang mengeluarkan suara-suara aneh dan mengganggu. Ini terjadi di kawasan demiliterisasi Paju, 12 Juni 2025.-ANTHONY WALLACE-AFP-

Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Pyongyang justru makin mesra dengan Moskow. Sementara hubungan antar-Korea terus membeku. Bahkan nyaris membeku total.

Di tengah kondisi ini, langkah Seoul untuk melepas speaker perbatasan memang terkesan sederhana, tapi tetap signifikan.

Perlu dicatat, secara teknis Korea Selatan dan Korea Utara masih dalam status perang. Perang Korea 1950–1953 hanya diakhiri dengan gencatan senjata. Bukan perjanjian damai. Artinya, konflik bisa meletus kapan saja. Baik dari serangan militer hingga perang suara.

Kini, dengan penghentian siaran propaganda dan dicopotnya speaker, setidaknya satu babak dalam perang psikologis itu resmi ditutup. Tapi babak selanjutnya masih gelap. Apakah akan terbuka ruang dialog yang nyata? Atau ini hanya jeda sebelum ketegangan naik lagi?

BACA JUGA:Kebakaran Hutan Korea Selatan Renggut 27 Jiwa, Terbesar dalam Sejarah

BACA JUGA:Kebakaran Hutan Merenggut Puluhan Jiwa di Korea Selatan

Yang jelas, suara K-pop di perbatasan telah berhenti. Tapi apakah Korea Utara akan mendengar diamnya Seoul sebagai ajakan damai? Ataukah malah dibaca sebagai kelemahan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: