BRI Jazz Gunung series 3 Ijen (3-habis): Jazz Banyuwangian Bikin Goyang

Suliyana tampil interaktif bersama Glam Orchestra. Dia menutup gelaran BRI Jazz Gunung series 3 Ijen.-Jazz Gunung Indonesia-
Banyak penonton mengangkat jas hujan plastik mereka. Tapi ada pula yang kuyup. Mungkin karena tak sempat mengenakan jas hujan karena terlalu asyik.
"Sudah, sudah, yang kedinginan saya angetin, ya," kata Suliyana lagi. Musik intro mengalun. Lalu meluncurlah lirik populer: Saben wayah wengi mikirna isi ati. Apa tenana tresna iki dadi siji?
Suliyana tampil interaktif. Bahkan menuju bangku deretan penonton hingga tribun. Dia mengajak mereka bernyanyi bersama.-Jazz Gunung Indonesia-
BACA JUGA:Dialog Nada Sal Priadi di BRI Jazz Gunung Series 2 Bromo
Para Jama'ah Al-Jazziyah (sebutan penggemar BRI Jazz Gunung) pun bersorak. Mereka berdendang bersama. Musik yang disajikan berbeda dengan versi asli lagu tersebut. Dikemas dalam orkestra jazz.
Jelang bait terakhir, Suliyana bicara pada penonton, "Nyanyi bareng yuk," katanya. Sing a long. Meluncurlah kalimat lirik pamungkas Cundamani: Cen anane ngene...
Setelah jeda yang tak terlalu lama, musik menghentak. Lagu Kopi Dangdut bergema. Lagu itu dapat membuat semua penonton bergoyang. Iramanya ceria. Modern jazz.
BACA JUGA:Tohpati Ethnomission Bawakan Jazz Nusantara di BRI Jazz Gunung Series 2 Bromo
Meski semua aransemennya telah diubah, cengkok dangdut khas Suliyana tak hilang. Karakter ke-Banyuwangian-nya pun tak bisa lepas.
Tapi justru jadi karakter khasnya. Paduan irama jazz dan cengkok dangdut membuat lagu-lagu yang dibawakan terdengar unik.
Dalam wawancara, Suliyana mengatakan, "Basic saya sebenarnya musik kendang kempul. Membawakan irama orkestra jazz adalah sebuah tantangan tersendiri. Apalagi ini pertama kalinya saya berpartisipasi dalam BRI Jazz Gunung," katanya.
BACA JUGA:Lorjhu' Buka BRI Jazz Gunung Series 2 Bromo, Band Cadas Madura!
Menurutnya, nada-nada Banyuwangi punya teknik khusus. Teknik tersebut telah didalaminya sejak lama dan jadi karakter yang sulit untuk dilepaskan.
"Ketika ciri khas itu melebur dalam irama jazz, hasilnya akan unik. Sebab, jazz bisa mengakomodasi semua genre lain. Tinggal bagaimana cara kita membawakannya saja," tuturnya.
Dia juga menghadirkan lagu Layang Sworo. Tembang itu cukup familiar pula di telinga Jama'ah Al-Jazziyah. Suliyana turun panggung. Menuju bangku penonton. Bahkan hingga tribun bagian tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: harian disway