Pemkot Surabaya dan IDI Kawal Kasus Kekerasan Dokter RS BDH

Pengurus IDI dan organisasi kedokteran yang mengecam kasus penganiayaan yang menimpa dokter RS BDH Surabaya.-Pemkot Surabaya-
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Ahli Hukum Kesehatan dan Kedokteran Indonesia (PERDAHUKKI) Pusat Rudy Sapoelete menegaskan, kekerasan yang menimpa dr Faradina bukan hanya melukai korban, tapi juga martabat profesi kedokteran.
Ia pun mendesak pelaku penganiayaan diproses sesuai UU yang berlaku. Agar ada efek jera dan tidak ada lagi kekerasan terhadap tenaga medis. ”Kami berharap masyarakat memahami bahwa dokter bekerja berdasarkan standar profesi, etika, dan disiplin ilmu,” ujar Rudy.
Ia juga memastikan bahwa PERDAHUKKI bersama PB IDI dan IDI Jawa Timur akan terus mengawal kasus ini. Pihaknya juga mendorong APH agar menindak tegas pelaku sesuai ketentuan UU yang berlaku.
”Perlu kita pahami, dalam KUHP mengatur tentang penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu (voorbedachte raad), secara tegas Pasal 353 ayat (2) menyebutkan bahwa jika perbuatan itu mengakibatkan luka berat, maka pelaku diancam pidana paling lama 7 tahun,” tegas dia.
Pernyataan serupa juga disampaikan Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Wilayah Jawa Timur Dedi Ismiranto.
BACA JUGA:Fasilitas Nuklir RS BDH Masih Angan-Angan
BACA JUGA:Pembangunan RS Nuklir BDH Mundur Lagi
Ia mengimbau masyarakat agar menyampaikan keluhan pelayanan melalui mekanisme resmi yang tersedia di rumah sakit. Seharusnya, keluhan tidak disampaikan dengan cara kekerasan atau tindakan penganiayaan.
Anggota Bidang Advokasi dan Hukum Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) Surabaya Raya Julie Kun Widjajanto berjanji akan mengawal permasalahan hukum dr Faradina hingga tuntas. Baik dari segi administratif, perdata, maupun pidana di PN Surabaya.
”Sikap PABI Surabaya Raya bertujuan memberikan perlindungan hukum bagi anggotanya dalam menjalankan layanan kesehatan secara optimal sesuai kompetensi,” ujarnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: