Makin Redupnya Lentera Empati Gedung Senayan

Makin Redupnya Lentera Empati Gedung Senayan

ILUSTRASI Makin Redupnya Lentera Empati Gedung Senayan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Suara rakyat yang dititipkan kepada para politikus yang telah berhasil duduk di gedung parlemen adalah bentuk amanah dan tanggung jawab untuk memperkuat kedudukan dan legitimasi wakilnya untuk senantiasa memperjuangkan kesejahteraan para pemilihnya.

Sarah Birch & Nicholas Allen alam hasil risetnya, Judging politicians: The Role of Political Attentiveness in Shaping How People Evaluate the Ethical Behaviour of Their Leaders, menyebut bahwa para politikus semestinya menjaga kepercayaan masyarakat agar tetap mempertahankan legitimasi publik. 

Akan tetapi, faktanya, kebanyakan dari mereka bertindak sebaliknya alias tidak mencerminkan perilaku wakil rakyat. Dari sana pula dapat ditelusuri bahwa krisis etika di kalangan pejabat negara sering kali berangkat dari minimnya rasa empati kepada rakyat yang diwakilinya. 

Bahkan, lebih jauh, perilaku tidak memiliki empati itu mencakup berbagai bentuk pelanggaran etika seperti konflik kepentingan, penyalahgunaan wewenang, maupun perilaku korup. 

Perilaku tidak elok para wakil rakyat tidak hanya merusak reputasi sebagai anggota legislatif, melainkan pula meruntuhkan fondasi kepercayaan publik. 

Ketika masyarakat kehilangan keyakinan pada integritas wakil mereka, hal itu dapat mengganggu stabilitas politik dan sosial. Juga, mengurangi efektivitas pemerintahan dalam memenuhi keinginan rakyat. 

Penegakan hukum yang tidak konsisten atau lemah terhadap pelanggaran etika juga merupakan faktor yang memperburuk krisis itu.

Munculnya berbagai penyimpangan etika dan minimnya sense of crisis yang tidak mencerminkan empati wakil rakyat terhadap kesulitan rakyat bisa jadi muncul dari gagalnya partai politik membangun sistem kaderisasi yang berbasis meritokrasi yang fair

Fenomena hadirnya beberapa artis ataupun selebritas dalam perpolitikan Indonesia kerap kali tanpa diimbangi dengan proses pendidikan politik. 

Akibatnya, dalam menentukan sikap berdasarkan kapabilitas para calon yang akan dipilih secara profesional, literasi masyarakat sangat minim. 

Partai politik (parpol) sebagai salah satu lembaga yang turut bertanggung jawab terhadap proses pendidikan politik bangsa harus memiliki sistem yang jelas dalam pembentukan kader parpolnya sehingga partai dapat melahirkan para caleg profesional, bukannya berdasar popularitas ataupun kekayaan semata. 

Memang tak ada yang salah dengan partai politik yang merekrut tokoh populer dari kalangan artis untuk didaftarkan jadi calon anggota legislatif (caleg). 

Akan tetapi, langkah itu akan bermasalah jika seorang caleg tak dipersiapkan dengan matang dan sekadar dicalonkan atas tujuan meraih suara instan untuk parpolnya. 

Parpol merupakan sebuah organisasi yang selalu membutuhkan public relation (PR) agar dikenal publik. Karena itu, tak heran parpol membutuhkan public figure sebagai orang yang menjembatani antara media dengan masyarakat agar informasi yang disampaikan dapat dipahami. 

Di sanalah peran seorang tokoh, orang terkenal dari kalangan artis atau selebritas mengisi ruang publik dengan tujuan untuk menarik minat rakyat atau untuk mengikuti selera pilihannya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: