Menangani dan Unjuk Rasa Empati

Menangani dan Unjuk Rasa Empati

ILUSTRASI Menangani dan Unjuk Rasa Empati.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Mencermati tren dalam beberapa tahun belakangan ini dan aktualisasi demonstrasi di beberapa negara maju, aksi protes dan unjuk rasa warga banyak diekspresikan dalam bentuk cinta. Aksi yang dimotori berbagai kalangan aktivis pun mulai menyadari bahwa cinta bukanlah hanya soal perasaan, melainkan juga dapat dinyatakan dalam bentuk tindakan kolektif. 

Dalam kaitan ini, penting untuk –negara dengan seperangkat aparatus keamanannya –memahami bagaimana demonstrasi sebenarnya sedang difungsikan sebagai saluran untuk mengelola dan mengekspresikan emosi publik.

Hal yang luput dari kesadaran kita adalah cinta sering kali kita maknai bersama sebagai hanya ungkapan rasa yang intim, melulu soal rasa menyangkut dua orang dan kelompok. 

Padahal, ketika ia kita pindahkan ke ruang publik, niscaya akan dapat bertransformasi menjadi kekuatan yang mampu menggerakkan perubahan dan perbaikan. 

Memang fakta sosial di Indonesia menunjukkan bahwa aksi protes politik acap kali berujung pada dan diwarnai kerusuhan. Hal itu berbeda dengan aksi protes HAM, gerakan membela kesetaraan perempuan, dan gerakan peduli lingkungan yang selalu muncul dan dipenuhi lewat pesan cinta dan aksi damai. 

Namun, bukan tidak mungkin aksi politik juga bisa diwujudkan dalam bentuk cinta damai. Dengan begitu, aksi demonstrasi cinta akan lebih dapat menyatukan orang-orang dari berbagai kalangan, membangun kuat rasa komunitas, menstimulasi tiap individu untuk bergerak dalam tindakan bersama. 

KANALISASI EMOSI

Energi demonstrasi sesungguhnya bisa dikelola dan diarahkan menjadi ekspresi sukacita, happy, jauh dari amarah. Memang tantangannya tidak mudah karena hal itu juga terkait dengan kesadaran sebagai warga negara. 

Apalagi, mengelola emosi massa juga tidak mudah. Dibutuhkan pendekatan situasional dan pendekatan humanis. 

Hal yang patut kita renungi dan hindari adalah emosi massa yang tidak terkelola dapat memicu ketidakwarasan, bisa membahayakan individu dan masyarakat kolektif. 

Demonstrasi masih bisa kita organisasi dengan cinta, sekaligus kita fungsikan juga sebagai saluran untuk mengalirkan emosi (amarah) yang selama ini terpendam. 

Melalui aksi demonstrasi sebagai kanalisasi emosi, kita masih bisa memilih untuk menyalurkan harapan, bahkan kemarahan dan frustrasi sekalipun dengan cara yang konstruktif. Aspirasi adalah bagian sah dari demokrasi. 

Oleh karena itu, negara wajib hadir untuk mendengar, menimbang, dan merespons dengan bijak setiap suara rakyat. 

MEMBACA DAN KOMITMEN BERSAMA

Cara terbaik membaca norma dan perilaku masyarakat adalah melibatkan perasaan dan berpikir secara mendalam. Bahwa apa pun tindakan yang akan kita lakukan selayaknya selaras dengan penjagaan nilai-nilai kebaikan moral kemasyarakatan, kemanusiaan, dan lingkungan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: