DPR, Rakyat, dan Hilangnya Akhlak dalam Kepemimpinan

ILUSTRASI DPR, Rakyat, dan Hilangnya Akhlak dalam Kepemimpinan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
DEMO mahasiswa dan masyarakat yang belakangan ini merebak bukan sekadar ekspresi spontan. Ia lahir dari bara yang sudah lama disulut. Ingatlah, keresahan rakyat bukan hanya soal harga kebutuhan pokok yang melonjak atau subsidi yang terasa makin tipis.
Lebih dalam dari itu, rakyat sudah lama dicekoki dengan pernyataan-pernyataan pejabat publik yang jauh dari empati, bahkan sering kali terdengar menyakitkan.
Celakanya, lontaran itu bukan insiden sekali-dua kali. Ia berulang. Seperti tetes air yang terus-menerus jatuh ke batu: perlahan tapi pasti, mengikis kesabaran. Dan, di situlah akarnya: rakyat merasa bukan hanya dompetnya yang terkuras, melainkan juga martabatnya yang diremehkan.
BACA JUGA:DPR dan Demokrasi Berdampak
BACA JUGA:Salsa, DPR, dan Tren Baru Aspirasi Publik: Dari Jalanan ke Arena Debat
Sejarah memberikan banyak contoh. Ketika Marie Antoinette di Prancis konon berkata ”biarlah mereka makan kue” saat rakyat kelaparan karena tak mampu membeli roti, pernyataan itu menjadi simbol kebutaan elite terhadap penderitaan rakyat.
Akhir ceritanya? Kita tahu: Revolusi Prancis. Pernyataan yang sembrono bisa menjadi api yang membakar legitimasi kekuasaan.
Kini, di negeri kita, pola yang sama tampak berulang. Pernyataan pejabat yang tidak menyejukkan hati justru memicu bara yang makin besar.
BACA JUGA:Meruwat DPR: Krisis Representasi Politik
BACA JUGA:Kenaikan Tunjangan DPR RI, Joget di Senayan, dan Krisis Empati Sosial
Rakyat yang awalnya diam akhirnya turun ke jalan. Maka, jangan heran jika demo menjadi bahasa baru yang lebih dipercaya publik ketimbang janji-janji manis di podium.
Di sinilah letak persoalannya: hilangnya akhlak dalam kepemimpinan. Padahal, akhlak adalah fondasi utama kepemimpinan bangsa ini sejak awal berdirinya. Bung Hatta pernah berpesan, pemimpin itu harus berakar pada kesederhanaan.
Ia mencontohkan hidupnya sendiri: pensiun tanpa rumah mewah, tanpa rekening gemuk. Bandingkan dengan sebagian pejabat kita hari ini yang justru sibuk memperbesar tunjangan, sedangkan rakyatnya mengencangkan ikat pinggang.
BACA JUGA:Kepala Daerah Dipilih Anggota DPRD, Demokratis?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: