Humanity Above All: Saat Perth Berdiri untuk Palestina

Humanity Above All: Saat Perth Berdiri untuk Palestina

ILUSTRASI Humanity Above All: Saat Perth Berdiri untuk Palestina.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

SAAT INI saya sedang di Perth bersama keluarga. Kami datang untuk keperluan berobat, menikmati udara musim semi yang tenang dan langit biru yang bersih. Perth, seperti biasa, adalah kota yang damai –tertata, teratur, dan terasa jauh dari hiruk pikuk dunia. 

Tapi, pada satu akhir pekan, saya melihat pemandangan yang berbeda. Jalan utama di tengah kota berubah menjadi lautan manusia. Ribuan orang dari berbagai usia dan latar belakang turun ke jalan membawa satu pesan yang sama: kemanusiaan harus di atas segalanya.

Awalnya saya hanya lewat. Namun, langkah saya tertahan oleh pemandangan yang begitu kuat. Seorang ibu memegang spanduk bertulisan Perth Mums for Palestine. Di sebelahnya, anak-anak kecil membawa poster dengan tulisan Ceasefire Now

Di antara kerumunan itu, seorang bocah mengenakan syal Palestina di lehernya, berdiri tegak di tepi jalan sambil menggenggam poster bertulisan Stop the killing. Ia belum mengerti politik, mungkin bahkan belum paham arti kata ”genosida”. 

Namun, dari caranya berdiri, saya tahu, anak kecil itu paham tentang keadilan lebih dari banyak orang dewasa.

Saya teringat pertemuan saya dengan Abah Dahlan Iskan beberapa waktu sebelumnya, juga di Perth. Kami berbincang panjang tentang dunia, tentang hati, tentang bagaimana manusia sering kali terlalu sibuk ingin terlihat benar sampai lupa menjadi baik. 

”Kadang,” kata Abah,” kita terlalu sibuk membenarkan posisi kita, sampai lupa merasakan luka orang lain.” 

Kata-kata itu berputar di kepala saya hari itu. Karena di hadapan saya, ribuan orang yang tidak saling mengenal –kulit putih, Asia, Arab, Aborigin– berdiri bersama hanya karena satu hal: mereka masih punya rasa.

Pawai itu tidak berteriak kebencian. Tidak ada politik. Tidak ada kebisingan yang liar. Yang ada hanya keheningan yang bermakna. Orang-orang berjalan pelan dengan bendera Palestina di tangan, dengan wajah yang lelah tapi tegas. 

Mereka datang tidak untuk menuduh siapa benar dan siapa salah, tetapi untuk berkata: cukup sudah. Cukup pembunuhan. Cukup ketidakadilan. Cukup penderitaan.

Di momen itu, saya merasa bahwa solidaritas yang saya saksikan bukan hanya tentang Palestina. Ia tentang kita semua. Tentang bagaimana hati manusia seharusnya bekerja.

You don’t need to be muslim to stand with Palestine. You just need to be human.”

Tulisan itu ada di salah satu poster di tengah barisan. Sederhana, tapi menghantam. Sebab, sangat benar, keberpihakan pada kemanusiaan tidak butuh label agama atau bangsa. Ia hanya butuh keberanian untuk peduli.

BACA JUGA:Relokasi Pengungsi Palestina, Solusi atau Ilusi?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: