J-Pop Siap 'Menjajah' Seoul? setelah K-Pop Mendunia

J-Pop Siap 'Menjajah' Seoul? setelah K-Pop Mendunia

ILUSTRASI J-Pop Siap 'Menjajah' Seoul? setelah K-Pop Mendunia.-Arya-Harian Disway-

Sistem idola, formula musik yang adiktif, dan fesyen yang menjadi panutan adalah cetak biru yang kemudian dipelajari, diadaptasi, dan disempurnakan industri hiburan Korea. 

Namun, seiring berjalannya waktu, industri musik Jepang seolah memasuki periode sakoku digital yang merupakan sebuah isolasi diri yang lebih fokus pada pasar domestik yang sangat besar dan loyal. 

Kepuasan terhadap pasar internal membuat J-pop kurang agresif dalam menembus panggung global yang sudah mulai didominasi dentuman K-pop yang lebih terstruktur dan berorientasi ekspor.

Kini peta permainan sudah berubah. J-POP.ZIP 2025 menunjukkan bahwa industri musik Jepang mampu mengamati, belajar, dan kini siap menerapkan strategi baru. Pemilihan Seoul sebagai lokasi bukanlah sebuah kebetulan. 

Keputusan tersebut adalah sebuah pernyataan. Dengan membawa festival langsung ke halaman belakang rival, Jepang seakan ingin menunjukkan bahwa produk budayanya memiliki kepercayaan diri bersaing secara langsung. 

Metode yang digunakan pun sangat modern. Alih-alih hanya mengekspor lagu, Universal Music Japan mengekspor sebuah pengalaman imersif. Kehadiran stan permainan dari SEGA, promosi destinasi wisata, dan pameran karya seni menunjukkan sebuah pendekatan holistik. 

Pendekatan tersebut menyasar pembentukan komunitas penggemar yang loyal, bukan sekadar pendengar pasif. Sebuah strategi yang jelas terinspirasi dari bagaimana K-pop berhasil membangun basis penggemar militan di seluruh dunia.

CERMIN KEDEWASAAN SANG TUAN RUMAH

Sebuah agresi budaya hanya bisa berhasil jika tuan rumah berada dalam posisi lemah atau lengah. Kondisi di Korea Selatan sama sekali tidak demikian. Penerimaan terhadap J-POP.ZIP justru menunjukkan sebuah tingkat kepercayaan diri dan kedewasaan yang luar biasa dari industri dan audiens K-pop. 

Sebuah ekosistem yang sudah matang tidak akan merasa terancam oleh kehadiran budaya lain. Sebaliknya, ekosistem tersebut akan melihatnya sebagai sebuah peluang diversifikasi dan sumber inspirasi baru. 

Pasar Korea tidak lagi rapuh. Penggemar K-pop yang sudah terbiasa dengan konten global kini memiliki selera yang lebih terbuka dan rasa ingin tahu yang lebih besar.

Bukti paling nyata dari kedewasaan yang terjadi asalah adanya partisipasi aktif para musisi Korea dalam festival tersebut. Nama-nama seperti Yves, mantan anggota LOONA, dan penyanyi indie Minsu tidak hadir sebagai penonton, tetapi sebagai penampil yang berbagi panggung dengan artis Jepang. 

Kolaborasi yang dilakukan mampu meruntuhkan narasi penjajahan secara telak. Sebuah invasi bersifat satu arah dan menyingkirkan elemen lokal. Apa yang terjadi di J-POP.ZIP adalah sebuah dialog, sebuah panggung bersama tempat dua budaya saling berinteraksi dan menampilkan keunggulan masing-masing. 

Pernyataan Minsu yang merasa antusias tampil bersama musisi Jepang dan berharap suatu saat dapat tampil di sana adalah representasi semangat pertukaran, bukan penaklukan. Hal tersebut menandakan bahwa para pelaku industri sendiri melihat fenomena tersebut dijadikan sebagai jembatan, bukan medan pertempuran.

MENDEFINISIKAN ULANG ”KEMENANGAN” BUDAYA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: