Pengamat Terorisme: Ledakan di SMAN 72 Jakarta Bukan Aksi Teror Terorganisasi

Pengamat Terorisme: Ledakan di SMAN 72 Jakarta Bukan Aksi Teror Terorganisasi

Fakta mengerikan ledakan di SMAN 72 Jakarta Kelapa Gading, ada senjata dengan tulisan nama pelaku penembakan massal masjid di dunia.--Ist

JAKARTA, HARIAN DISWAY- Pengamat terorisme Al Chaidar menyelidiki kasus ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta Utara pada Jumat, 7 November 2025, sekitar pukul 12.30 WIB.

Pengamat terorisme Al Chaidar menilai insiden itu bukan merupakan aksi terorisme yang terorganisasi. Menurutnya, kejadian tersebut lebih mengarah pada bentuk kekerasan individual yang dipicu oleh konflik internal serta tekanan psikososial.

“Peristiwa ini tampaknya merupakan aksi kekerasan individual yang berakar pada konflik internal dan tekanan psikososial, bukan terorisme dalam pengertian klasik,” ungkap Al Chaidar.

Berdasarkan informasi awal, pelaku ledakan diduga merupakan seorang siswa yang mengalami perundungan (bullying) dan bertindak secara mandiri tanpa keterlibatan jaringan teror mana pun.

BACA JUGA:Perundungan Diduga Jadi Pemicu Ledakan di SMAN 72 Jakarta, DPR Desak Investigasi Menyeluruh

BACA JUGA:Kapolri Ungkap Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta Adalah Salah Satu Siswa, Motif Masih Diselidiki

“Berdasarkan informasi awal, pelaku adalah siswa yang mengalami perundungan dan bertindak secara mandiri. Namun, adanya elemen simbolik seperti pemilihan waktu (salat Jumat), lokasi (masjid sekolah), dan tulisan-tulisan yang menyerupai narasi ekstremis global menunjukkan bahwa aksi ini tidak sepenuhnya bebas dari pengaruh ideologis,” katanya.

Al Chaidar menjelaskan bahwa dalam teori terorisme kontemporer, tindakan seperti ini dapat digolongkan sebagai bentuk stochastic terrorism atau lone actor violence, yakni kekerasan yang dilakukan oleh individu yang terinspirasi oleh narasi ekstremis tanpa memiliki afiliasi langsung dengan jaringan teror.

Beliau juga menegaskan bahwa meskipun tidak ada indikasi organisasi teror di balik peristiwa ini, pendekatan penyelidikan tetap perlu dilakukan secara menyeluruh, baik dari sisi forensik maupun psikologis.

“Maka, meskipun tidak ada indikasi organisasi teror, tetap perlu pendekatan forensik dan psikologis untuk menelusuri jejak radikalisasi daring dan motif simbolik pelaku,” ujarnya.

BACA JUGA:Stop Bullying! Kenali Jenis-Jenis dan Cara Mencegah Perundungan di Sekitar Kita

BACA JUGA:5 Alasan Perangi Bullying di Indonesia

Beberapa saksi mata pun menyebutkan bahwa ada beberapa ledakan sehingga bukan hanya satu, kata Totong Koswara sebagai saksi.

“Di tengah masjid, di masjid, di luar, ada tiga kayaknya, ada tiga titik,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: