Pelaku Peledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakut: Anak Galau Butuh Curhat
ILUSTRASI Pelaku Peledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakut: Anak Galau Butuh Curhat.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Pada Jumat pagi, 7 November 2025, Fadel diantar naik motor ke sekolah oleh ayahnya. Itu terpantau kamera CCTV milik warga di dekat sekolah. Tampak, Fadel diboncengkan motor oleh pria yang diduga ayahnya.
Saat itu Fadel membawa dua tas gendong. Tas warna biru digendong di dada dan warna merah di punggung.
Ternyata tas warna merah itulah yang, hasil penyidikan polisi, berisi tujuh peledak yang kemudian diledakkan di sekolah. Di dalam tas merah itu juga berisi dua senjata api mainan (satu laras panjang satu laras pendek).
Mungkin, ayah Fadel tidak tahu bahwa anaknya membawa tas berisi peledak. Namun, dari situ tergambar bahwa ayah Fadel cukup perhatian kepada Fadel. Anak SMA masih diantarkan ayah.
Sebagai gambaran, ayah Fadel tukang masak yang bekerja kepada seorang bos kuliner. Fadel, ayahnya, dan kakaknya tinggal di mes yang disewa si bos kuliner. Masakan ayah Fadel adalah nasi uduk dan lontong sayur. Lokasi penjualan di lapak gerobak di halaman depan toko Alfamart tidak jauh dari mes itu.
Ayah Fadel tidak menunggui dagangan di lapak. Penunggunya pegawai lain. Ia hanya masak dan belanja bahan masakan.
Berarti, Jumat pagi itu ayah Fadel menyempatkan diri mengantar Fadel sekolah di sela pekerjaannya, belanja dan masak. Ayah Fadel bisa disebut cukup perhatian kepada Fadel.
Namun, sangat banyak anak tidak menjadikan ortu sebagai tempat curhat. Alasannya beragam. Bisa karena ortu suka menghakimi sehingga anak takut curhat. Atau hal lain.
Psikolog anak dan remaja Australia, Justin Coulson, dalam karyanya berjudul My Son Won’t Talk About His Day (2018) mengajari masyarakat, sangat banyak anak tidak menjadikan ortu sebagai tempat curhat. Itu hal biasa, terjadi di mana-mana.
Coulson: ”Ingat, terkadang anak-anak tidak ingin berbicara kepada ortu. Dan, itu tidak apa-apa. Dekati mereka, beri tahu mereka bahwa mereka aman dan dicintai, dan mereka dapat berbicara dengan Anda nanti jika mereka menginginkannya. Tidak ada tekanan.”
Saran itu sebenarnya memancing anak agar curhat kepada ortu. Bentuk kalimatnya begitu. Dengan demikian, anak tidak merasa diinterogasi.
Coulson: ”Ada satu pertanyaan yang paling penting. Ini adalah pertanyaan yang suka saya tanyakan kepada anak-anak saya saat mereka hendak tidur.”
Dilanjut: ”Ini adalah pertanyaan yang membantu kita mengetahui bahwa semuanya baik-baik saja dalam hidup mereka.”
”Apa yang kamu nantikan besok?”
Jika mereka tidak menantikan apa pun, kita dapat mendiskusikan alasannya dan mengungkap kesulitan serta tantangan yang mungkin tidak kita sadari keberadaannya. Lalu, ortu mendengarkan, memahami, dan membantu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: