Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (87): Tetap Olah Teh Secara Tradisional
HANYA DENGAN TANGAN,Li Shuting menyangrai dauh teh dalam tungku tradisional. Proses itu mengeluarkan minyak alami dan aroma daun teh.-Doan Widhiandono-
’’Mau mencoba?’’ kata Li kepada para jurnalis yang merubungnya. ’’Hati-hati. Panas. Tapi, jangan sampai gosong,’’ terangnya seperti ditirukan oleh penerjemah.
Saya dan beberapa teman pun penasaran.
Ya, sarung tangan tebal itu cukup membantu menahan panas. Kami pun menirukan gerakan para perempuan suku Yao tersebut.
BACA JUGA:Tiongkok Peringatkan Warganya Hindari Jepang Setelah Ketegangan Diplomatik Soal Taiwan
BACA JUGA:Sentuhan Restorasi di Situs Sangxidui, Tiongkok, Bangkitkan Kejayaan Masa Lalu Sichuan
Proses menyangrai itu ternyata mengeluarkan aroma yang khas. Gurih. Wangi. Sudah seperti seduhan teh.
Lama kelamaan, daun teh itu menjadi berubah warna. Sedikit kecokelatan. Teksturnya pun menjadi lebih lembut, seperti tergulung. Daun itu menjadi sedikit mengilap, bak mengeluarkan minyak alami.
Proses yang diwariskan turun-temurun itu menunjukkan khasiatnya. Karena itu, semuanya tetap dipertahankan karena memberi karakter yang membuat teh Jiwozhai berbeda.
Teh itulah yang akhirnya terus menghidupi warga desa Jiwozhai. Mereka tidak hanya dikenal sebagai desa penghasil daun teh, tetapi bisa memproduksi teh siap konsumsi yang harganya tentu lebih mahal.
Produksi dan pemasaran teh itu kemudian diserahkan kepada koperasi. Namanya, Koperasi Produsen dan Marketing Pohon Teh Kuno Jinping-Ma’andi-Yizhuolan (金平马鞍底依卓兰古树茶产销专业合作社 / Jīnpíng mǎ'ān dǐ yī zhuó lán gǔ shù chá chǎnxiāo zhuānyè hézuòshè).

DAUN TEH yang sudah layu setelah disangrai lantas dijemur sebelum siap dinikmati.-Doan Widhiandono-
Itulah pusat kegiatan koperasi yang mengubah arah hidup desa-desa di lereng Ma’andi.
Sebelum 2014, kisah teh Jiwozhai tidak jauh berbeda dengan banyak desa terpencil lain. Warga memetik daun, mengumpulkannya, dan menjual dalam bentuk mentah. Pedagang menentukan harga, dan petani hanya bisa menerima.
Kondisi berubah ketika pemerintah daerah mendorong pembentukan koperasi. Pada 2014, koperasi resmi berdiri dengan lima pemegang saham lokal. Tetapi tetap ada pengawasan dari pemerintah.
Model bisnisnya sederhana: petani menjadi pemegang saham sekaligus pekerja. Keuntungan dibagi, bukan hanya harga jual daun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: