Bos Kerupuk Dirampok-Dibunuh Bekas Pegawai: Awas, Bias Keadilan

Bos Kerupuk Dirampok-Dibunuh Bekas Pegawai: Awas, Bias Keadilan

ILUSTRASI Bos Kerupuk Dirampok-Dibunuh Bekas Pegawai: Awas, Bias Keadilan -Arya-Harian Disway-

BACA JUGA:Polisi Berhasil Bekuk Buron Perampok-Pembunuh Sadis

BACA JUGA:Korban Perampokan dan Pembunuhan di Situasi yang Salah

Farina kepada wartawan: ”Saya kaget mendengar teriakan minta tolong. Sepertinya itu suara Bu Yeni yang baru saja pulang habis makan bersama saya di rumah saya ini. Maka, saya dan Halim (salah seorang anak korban, Red) keluar rumah saya, menuju ke sebelah.”

Saat itulah Farina berpapasan dengan pelaku yang masih menenteng sabit. Pelaku membentak Farina, minta uang. Kebetulan, Farina membawa dompet, isinya Rp 3 juta, dia serahkan ke pelaku. Pelaku kabur, Farina dan Halim kembali masuk rumah Farina.

Halim menelepon saudaranya, Susanto, sekaligus menelepon polisi. Saat polisi tiba di TKP, Darma dinyatakan sudah meninggal, dikirim ke RS Bhayangkara M. Hasan Palembang. Saat itu juga Susanto tiba di TKP, membawa Yeni ke RS Charitas. Yeni luka menganga di leher. 

Polisi mengolah TKP, memintai keterangan para saksi, memeriksa CCTV. Diketahui, pelaku tunggal: Satria. Polisi memburunya.

Pelaku dibekuk polisi di tempat persembunyiannya di Bandung, Jabar, Rabu, 3 Desember 2025. Awalnya pelaku membantah. Namun, polisi punya banyak bukti sehingga ia mengakui merampok-membunuh Darma.

Pada jumpa pers, Satria ditanya wartawan, kok tega menggorok bekas bosnya? Ia menjawab, ia dendam, dulu tak diizinkan libur mengurus anaknya yang sakit sehingga meninggal. Juga, saat kejadian, ia minta pekerjaan ke korban, tapi dijawab tidak ada. Ia marah dan menggorok.

Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 338 KUHP, pembunuhan. Ancaman maksimal hukuman 15 tahun penjara.

Hasil penyidikan sementara, Satria residivis kejahatan yang sama, perampokan dengan penyerangan. Pada Maret 2017 ia menodong dengan senjata tajam terhadap seorang siswa SMP di Palembang Indah Mall (PIM). Korban menyerahkan HP-nya, tapi pelaku tetap menyayat wajah dan menggorok leher korban. 

Saat kejadian, situasi di mal itu ramai, sehingga pelaku tidak melanjutkan serangan karena ia dikeroyok massa. Pelaku ditangkap polisi, diadili, dan sudah selesai menjalani hukuman penjara. 

Kini ia mengulangi modus yang sama, merampok-menggorok korban. Pada perampokan di toko kerupuk, berdasar pengakuan pelaku, motifnya cenderung dendam. 

Pada kasus begini publik bisa menyalahkan korban. Misalnya, terpengaruh pengakuan pelaku bahwa pelaku tidak diizinkan libur saat anaknya sakit sehingga meninggal. Atau, penolakan korban saat pelaku minta pekerjaan. Dengan demikian, ada saja orang yang cenderung berpihak kepada pelaku. 

Tentu, anggapan itu keliru. Terbalik. Seolah mendukung kejahatan.

Dikutip dari The Guardian, 27 Februari 2018, berjudul Why we’re psychologically hardwired to blame the victim, karya Maia Szalavitz, mengulas hal itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: