Perekonomian Surabaya Tumbuh, Bisnis Pasar Konvensional Kian Murung
SUASANA high level meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (HLM TPID) di Balai Kota Surabaya Senin, 15 Desember 2025. -Chalid Syamy-Harian Disway
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Meski tertekan, perekonomian Surabaya tumbuh. Angkanya mencapai 5,76 persen. Pernyataan itu disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya, Dr. Arrief Chandra Setiawan, dalam High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (HLTMPID) Senin, 15 Desember 2025.
Kendati angkanya di atas rata-rata daerah-daerah lain di Jawa Timur, masyarakat Surabaya perlu mewaspadai anomali yang terbaca dalam laporan rutin BPS tersebut.
"Ada data mengejutkan terkait pedagang konvensional. Di pasar, usaha-usaha itu tutup atau beralih. Angkanya sekitar 24 persen," ungkap Arrief di hadapan para peserta HLTMPID.
Peralihan usaha atau tutupnya usaha-usaha konvensional itu tidak terbaca dalam angka pertumbuhan ekonomi Surabaya. Buktinya, tren pertumbuhannya tetap positif.
BACA JUGA:Sejalan Pertumbuhan Ekonomi Jatim, TTL Catat Lonjakan Arus Petikemas 6,5 Persen
BACA JUGA:Pertumbuhan Ekonomi Jatim Tertinggi se-Pulau Jawa, Khofifah: Hasil Kolaborasi Semua Pihak
Menurut Arrief, fenomena seperti itu disebut shadow economy atau ekonomi bayangan. Yakni, fenomena yang tidak kasat mata, tetapi dampaknya cukup signifikan bagi perekonomian.
Ia mengaku menangkap fenomena itu di lingkup BPS. Tepatnya, di kalangan para mahasiswa yang sedang magang di instansinya.
"Dari 40 mahasiswa yang magang di tempat kami, 30 di antaranya mengaku punya usaha. Tapi usahanya tidak ada (toko) fisiknya, semuanya online," terangnya.
Ia membaca fakta itu sebagai kehati-hatian generasi muda pelaku ekonomi baru yang cenderung menghindari biaya operasional tinggi. Utamanya, biaya sewa toko di pasar atau mal plus biaya pendukung operasionalnya.
BACA JUGA:100 Hari Khofifah - Emil, 85 Persen Anggap Ekonomi Jatim Cenderung Baik
BACA JUGA:Pertumbuhan Ekonomi Jatim Naik 5 persen Mengungguli Nasional
Karena itu, memanfaatkan teknologi, para pelaku usaha baru itu memilih berbisnis di ranah online. Dengan demikian, profit menjadi lebih jelas dan biaya operasional bisa ditekan.
Tidak hanya pelaku usaha baru, para pedagang yang sudah belasan tahun berjualan pun mengaku berat bertahan di pasar konvensional. Salah satunya Yamman.
Saat ditemui Harian Disway pada Rabu, 10 Desember 2025, pria 70 tahun yang punya lapak buku bekas di Pasar Blauran itu mengeluhkan sepinya usaha. Menurut dia, pesatnya bisnis online membuatnya terpinggirkan.
“Awake kan kalah mbek online iku, tuku kene kan rugi kudu mbayar parkir e. Iya toh? Kalau online ndak, kirim langsung wis," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: