Tentang Kak Nono dan Nadiem Makarim
ILUSTRASI Tentang Kak Nono dan Nadiem Makarim.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Saya tidak membalas telepon Nadiem bukan karena malas. Banyak pebisnis hebat saya kenal di Surabaya, tapi menjamin bisa mendapatkan orang baik versi Nadiem saya tidak berani. Namun, saya sangat terkesan, dalam berbisnis pun, Nadiem mengutamakan nilai manusianya.
LAWYER DAN DOKTER
Selera humor Kak Nono tinggi, ngobrol dengannya selalu asyik, apalagi ditimpali oleh Kak Fikri (Fikri Jufri, Tempo). Wuih, bisa ngakak terus.
Dua puluh tahun lalu, 25 Juni 2005, saya menerima e-mail dari Kak Nono. Ia membuat tulisan panjang perihal pelayanan medis di Indonesia jika dibandingkan dengan luar negeri. Ia menceritakan pengalaman buruk penanganan keluarga dan teman-temannya di Jakarta. Kak Nono menulis:
”Apakah di luar negeri pasti lebih baik daripada di Indonesia? Saya tidak tahu, tetapi setidaknya sebagai pasien, saya merasa saya didengar dan saya melihat mereka merawat kami dengan sungguh-sungguh. Biaya mungkin lebih mahal, tetapi sebagai manusia, kami merasa dihargai.”
Dari kak Nono, saya mendengar satu istilah compassion fatigue, kalau diterjemahkan, artinya, hilangnya rasa iba. Istilah itulah yang terus saya sebut saat membimbing dokter PPDS1 (pendidikan spesialis).
”Tidak jauh beda dengan duniamu, Mik. Dunia hukum juga sama. Nilai-nilai sakral profesi dokter dan hukum kini sudah makin ditinggalkan. Jelas Mik, pekerja medik dan pekerja hukum harus diawasi.” Saya menjawab e-mail Kak Nono. ”Benar Kak Nono, dunia medik dan dunia hukum memang harus diawasi. Itulah yang saya kerjakan selama ini.”
Eh, ia telepon, ”Mik, banyak teman dan keluarga saya dirawat di RS mu, kesannya sangat baik, dirawat seperti keluarga. Kalau kamu ke Jakarta, mampir ya Mik, kita omong-omong. Nanti Tika akan menyiapkan makanan favoritmu.”
Benar, mungkin karena lawyer Kak Nono itu pendengar yang baik, saya coba terangkan tentang perubahan paradigma pelayanan kesehatan dari doctor center ke hospital center dan akhirnya ke patient center care.
”Hal itulah yang saya lakukan di RS kami. Prinsipnya, kami menjaga manusia dengan hati kita dan sistem yang rapi, Kak Nono. Doctor center sudah harus ditinggalkan karena hati manusia bisa berubah. Harus ada sistem yang bisa menjaga lebih disiplin, objektif dan transparan.”
Saya terangkan perihal perlunya kerja tim, multi-disciplinary approach (MDT), dan tumor board meeting untuk menjaga layanan agar tepat dan selalu terukur. Juga, tentang patient experience, pentingnya kita mengetahui apa yang dirasakan pasien saat berinteraksi dengan kita. ”Ia merasa terlindungi atau dikerjain, ini penting Kak Nono.”
Tiba-tiba Kak Nono berdiri, memegang erat tangan saya. ”Malam ini saya belajar banyak dari kamu, Mik. Memang hakikatnya tugas dokter dan lawyer adalah menjaga manusia. Tidak cukup menjaga hak asasi manusia hanya dengan hati, harus ada sistem yang solid. Saya akan menerapkan prinsipmu di law firm saya.”
Ada pesan Kak Nono yang sangat ingat.
”Mik, pengetahuan adalah taruhan masa depan bangsa ini. Dalam menimba ilmu, kita harus mempunyai akses ke pusat pendidikan termaju di dunia. Kita hanya bisa membangun negeri ini kalau kita menjadi orang global, setara atau bahkan lebih pintar daripada mereka. Tapi sayang, saya lihat anak-anak pintar Indonesia yang sekolah di luar negeri banyak yang tidak mau pulang.”
Hal itu tidak akan terjadi pada anak-anak saya, Mik. Pesan saya pada anak-anak saya, ’bagaimanapun pintarnya kamu dan sehebat apa pun kamu, kamu makan dan minum dari tanah yang disebut Indonesia. Pulanglah ke tanah airmu, bangunlah negerimu karena dia yang melahirkan kamu, bukan negeri lain.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: