SURABAYA, DISWAY.ID- Sektor wisata sempat mati suri di awal pandemi. Banyak tempat wisata tutup hingga okupansi hotel nol. Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mampu Jaya atau UMKM Sandal Hotel Dolly pun merasakan dampaknya.
—-
PINTU masuk KUB Mampu Jaya Dolly terhalang tumpukan karung putih. Ribuan sandal hotel yang sudah dikemas itu sedang menunggu kurir untuk diantar ke luar pulau.
Deretan mesin jahit tertata simetris di lantai dasar bekas Wisma Barbara itu. Sudah delapan tahun gedung terbesar di eks lokalisasi Dolly tersebut dikuasai pemkot. Setahun setelah membeli, pemkot menyerahkan pemanfaatannya ke KUB Mampu Jaya.
Ruang utama itu tampak sepi. Belasan penjahit pulang ke rumah untuk istirahat makan siang. Tersisa tiga orang yang masih meneruskan pekerjaan. ”Beberapa bulan ini pesanan buanyak,” kata Syafrina sambil tetap fokus pada potongan sandal gabus yang sedang dijahit keliling.
Tangannyi sudah sangat cekatan. Maklum, Rina adalah generasi pertama penjahit yang mendapat pelatihan pemkot sejak lokalisasi Dolly ditutup pada 2014. Ada 12 orang yang masih bertahan. Semuanya warga sekitar.
Awalnya ada 30 penjahit yang dipekerjakan. Terjadi seleksi alam. Tersisa 12 orang paling tangguh yang mampu menekuni kegiatan usaha itu.
Dalam sebulan, satu penjahit bisa menghasilkan 5 ribu pasang sandal. Harganya Rp 1.700 per pasang. Pelanggan berasal dari 15 hotel di Surabaya. Yang banyak justru dari luar daerah. Total pelanggan sentra industri sandal hotel Dolly mencapai 70 hotel. ”Yang paling jauh sampai Papua,” ujar warga Padang yang pindah ke Dolly sejak 1998 itu.
Saat pesanan sedang menumpuk, pekerja masuk lebih awal. Sejak pukul 07.00 kegiatan produksi sudah dimulai. Pekerja yang biasanya pulang pukul 4 sore bisa lembur sampai petang.
Rina sangat menikmati Dolly yang sekarang. Dia masih ingat bagaimana suasana Dolly saat prostitusi masih ada. Para pekerja seks komersial (PSK) indekos di depan rumahnyi. ”Kasihan anak-anak. Setiap hari melihat hal yang enggak pantas,” kata ibu dua anak itu.
Pemandangan transaksi seks menjadi makanan sehari-hari anak-anak di Dolly. Karena itulah, Rani sangat bersyukur keadaan sudah berubah drastis.
Prostitusi memang masih ada. Sembunyi-sembunyi. Lewat transaksi online. Meski begitu, Rani tetap bersyukur karena lingkungan Dolly tidak sevulgar delapan tahun lalu.
Selain memproduksi sandal hotel, mereka menerima pesanan seprai, selimut, dan sepatu kulit. Namun, yang jadi andalan tetap sandal hotel tersebut. Omzet bulanan bisa mencapai Rp 50 juta.
Omzet sempat menurun drastis di awal pandemi. Para pekerja tidak mendapat pesanan selama enam bulan. Omzet tumbuh pesat tiga bulan terakhir. Kasus Covid-19 sangat melandai. ”Sebenarnya pertumbuhan sudah terasa setahun terakhir. Tapi, yang paling banyak yang beberapa bulan terakhir,” jelasnyi.
Rumah Kreatif Batik di Gang VIII Putat Jaya juga mulai bangkit. Tempat pelatihan milik Pemkot Surabaya itu sempat ditutup di awal pandemi. Terutama saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) 2020.