Dune (2021): Waktunya Ujian Menonton Karya Denis Villeneuve

Jumat 29-10-2021,09:19 WIB
Editor : Nanang Prianto

Apakah tertidur mendengarkan cerita, atau semakin bersemangat hingga ayah selesai bercerita. Hingga kau tertidur dan tenggelam dalam imajinasimu sendiri. Atau justru pura-pura tidur. Agar kau bisa mengalihkan orang tuamu untuk pergi. Dan kemudian bangun membacanya sendiri buku cerita itu. Dan mendapati dirimu menemukan sesuatu yang tidak ditemukan orang lain.

Villenueve membuat semua momen berharga di Dune menjadi benar-benar sebuah momen yang berharga. Kemunculan pesawat luar angkasa, kedatangan rombongan House of Artreides ke Arrakis, Kemunculan Baron, bahkan kedatangan penyihir yang kepalanya unik. Momen tersebut sering ditandai oleh score Hans Zimmer yang menggelegar keras. Atau terompet besar yang memekakkan. Villenueve tidak membiarkan kita kehilangan konsentrasi. Setiap detail adegan harus diperhatikan secara fokus.

Dune diibaratkan perpaduan antara kemegahan Star Wars dan intrik politik macam Game of Trones. Bukan. Dune lah yang menginspirasi keduanya. Bahkan Dune terlalu besar untuk dibandingkan dengan Star Wars. Dune adalah film yang serius, dewasa dan memiliki nilai artistik yang jauh melebihi Star Wars.

Dune bukan film sci-fi populer yang berisi tembak-tembakan laser dan peperangan pesawat luar angkasa yang memanjakan mata. Dune adalah epik besar macam The Lord Of The Rings versi sains fiksi. Dune ibaratnya adalah Batman versi Nolan dan Star Wars hanyalah sebuah Lego Movie dari parodi Batman yang lucu dan menyenangkan.  

Villenueve berhasil menghidupkan karakter melalui aktor-aktor bertalenta luar biasa. Timothée Chalamet, Oscar Isaac, Rebecca Ferguson, Josh Brolin, Stellan Starsgard, Zendaya, dan Javier Bardem. Dune diproduksi selama 3,5 tahun dengan biaya setara Interstellar.

Justru dari kesekian adaptasi novel Dune selama ini, versi Villenueve inilah yang saya anggap paling berhasil mengejawantahkan novel tersebut. Bahkan mampu melampaui keberhasilan film Watchmen (2009) karya Zack Snyder yang dianggap sebagai adaptasi graphic novel paling rumit sepanjang sejarah.

Awik Latu Lisan,

Pengamat Film

ZENDAYA memerankan Chani, penduduk Fremen yang jadi love interest Paul.  

 

 

KALI pertama saya berkenalan dengan karya seni berjudul Dune adalah lewat film karya David Lynch. Sekitar dua atau tiga tahun setelah dirilis pada 1984. Saya masih SD. Sama sekali tidak bisa menangkap maksud cerita film ini. Tapi itu tidak mengurangi kekaguman saya pada visualisasi yang ditampilkan. Kemegahan set, luasnya padang pasir, kostum-kostum aneh, juga penampilan Guild Navigator dan cacing raksasa yang mencengangkan. Bagi saya, Dune adalah salah satu film paling dahsyat saat itu.

Fast forward ke dekade 2000an. Saya sudah lulus kuliah. Dune diproduksi miniseries. Akhirnya saya bisa memahami inti cerita Dune yang diangkat dari novel Frank Herbert tersebut. Dunia Dune ternyata sangat luas, lengkap dengan struktur sosial yang kompleks, intrik politik, perebutan kekuasaan, pengkhianatan, cinta, nafsu, dan keserakahan. Semua berujung pada impian akan datangnya juru selamat baru.

Pada 2017, saya membaca berita, bahwa Dune akan diangkat lagi ke layar lebar, kali ini lewat tangan dingin Denis Villeneuve. Sutradara favorit kami di grup diskusi film yang rutin berkontribusi di Harian Disway ini.

Bagi saya, Villenueve adalah sutradara terbaik yang ada saat ini untuk membuat ulang Dune. Sentuhannya yang kaya akan detail tanpa meninggalkan unsur humanisme adalah fondasi yang kuat untuk menuangkan kembali salah satu karya tulis sci-fi terbaik ini ke layar lebar.

Hasilnya ternyata jauh di atas pengharapan saya. Dune karya Villenueve menurut saya adalah film yang monumental. Ia berhasil menjabarkan kompleksitas dunia Dune dengan proporsi yang paling sesuai untuk sebuah karya sinema. Bukan yang paling detail, tapi sangat fokus. Itulah kelebihan Dune besutan sutradara asal Kanada ini.

Alih-alih menceritakan konflik politik—seperti versi David Lynch di Dune 1984 dan John Harrison & Greg Yaitanes di dua miniserinya— Villenueve memilih fokus pada transformasi diri Paul Atreides. Dari bangsawan muda yang penuh keengganan, menjadi lelaki dewasa yang menerima takdir yang sudah digariskan untuknya.

Tags :
Kategori :

Terkait