SURABAYA, HARIAN DISWAY, Maligia Yusup Pungkasan alias Pungki kini menjadi sorotan. Itu berawal dari keterangannya sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Surabaya dengan terdakwa Itong Isnaini Hidayat, M. Hamdan, dan Hendro Kasiono. Mereka merupakan terdakwa praktik suap.
Dalam persidangan itu, terungkap bahwa Pungki sering meminta ”peluru” kepada Hamdan. Ia adalah seorang panitera pengganti di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam hal ini, peluru yang dimaksud adalah uang.
Permintaan itu dilakukan untuk pengaturan hakim dalam menangani suatu perkara. Pun, dalam permintaan itu, Hamdan selalu minta terdakwa Itong yang menjadi hakimnya. Pungki memang bisa melakukan hal tersebut.
Walau sebenarnya, Pungki hanya sebagai honorer di PN Surabaya. Pria itu merupakan ajudan Wakil Ketua (Waka) PN Surabaya Dju Johnson Mira Mangngi. Praktik itu pun dilakukan bersama dengan pegawai honor lainnya. Salah satunya adalah ajudan salah seorang panitera.
Namun, tindak pengaturan hakim itu hanya dilakukan terhadap perkara yang memiliki ”isi” alias ada uangnya. Salah satunya sidang pembubaran PT Soyu Giri Primedika (SGP).
Menanggapi hal tersebut, Humas Pengadilan Negeri Surabaya I Gede Agung Parnata mengatakan bahwa pimpinan di PN Surabaya belum mengklarifikasi Pungki. Tentu terkait pengakuannya di pengadilan tipikor.
”Ya, yang bersangkutan hanya menjawab atas keterangannya sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP). Nanti akan diklarifikasi. Belum dipikirkan sanksi apa yang akan diberikan,” kata Agung, Kamis, 11 Agustus 2022.
Namun, Agung membantah semua keterangan Pungki. Dengan tegas, ia mengatakan bahwa di pengadilan yang berada di Jalan Arjuno itu, tidak ada praktik suap atau pungli. ”Selama saya bertugas di sini, tidak pernah ada suap atau pungli. Bisa tanya ke masyarakat yang mengurus pelayanan di sini,” ucapnya.
Selama ini, penunjukan hakim yang akan menyidangkan perkara sudah sesuai dengan mekanisme yang ada. Yakni, dengan urutan yang telah ditentukan. ”Semua sudah terjadwal dan tidak perlu atur-atur seperti itu dan sudah ada tupoksinya,” paparnya. (*)