DALAM bermasyarakat, Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Jawa Timur Gatot S. Santoso selalu berpedoman pada apa yang dipetuahkan filsuf agung Konfusius dalam kitab Lunyu (论语) bab 13 ayat 17, "无欲速, 无见小利; 欲速, 则不达, 见小利, 则大事不成" (wú yù sù, wú jiàn xiǎo lì; yù sù, zé bù dá, jiàn xiǎo lì, zé dà shì bù chéng).
Jika merujuk terjemahan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), itu artinya, "Janganlah ingin cepat-cepat berhasil dan janganlah mengutamakan keuntungan kecil. Kalau engkau ingin cepat-cepat berhasil, engkau tak akan maju. Kalau engkau mengutamakan keuntungan kecil, perkara-perkara besar tak akan bisa engkau sempurnakan."
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Ketua Umum Kadin NTT Bobby Lianto: Tian Wai You Tian
Manusia, kalau menurut Al-Qur'an surah Al-Anbiya' ayat 37, memang diciptakan mempunyai sifat tergesa-gesa (khuliqal insaanu min 'ajal). Dan ini yang membuat mereka kerap celaka. Misalnya, karena buru-buru ingin kaya, akhirnya pilih jalan pintas korupsi. Mendekam di penjara jadinya.
Makanya, pepatah Jawa alon-alon waton kelakon agaknya ada benarnya juga. Atau, kata lagunya Slank, "Ayo gerak! Biar pelan, biar pelan tapi jalan. Ayo kejar! Biar telat, tapi gak ketinggalan."
Tak heran bila Alkitab menegaskan, "Barang siapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barang siapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."
Bedanya, Konfusius menyarankan kita agar tidak usah terlalu banyak mengurus hal-hal yang remeh-temeh saja. Betapa banyak waktu kita terbuang percuma lantaran kelewat sibuk berdebat kusir urusan yang tak ada gunanya. (*)