I Made Romi Sukadana dalam Ya’tra Art di Mola Art Gallery; Dari Alam Menuju Jati Diri

Jumat 16-09-2022,10:05 WIB
Reporter : Guruh Dimas Nugraha
Editor : Heti Palestina Yunani

CIMAHI, HARIAN DISWAY - Dalam berkarya, I Made Romi Sukadana berusaha berpijak pada alam. Karyanya punya corak impresionisme tersendiri. Tak sekadar mengutamakan unsur pencahayaan. Saat berkarya itulah, Romi menganggapnya sebagai proses dalam ya’tra. Pencarian terus-menerus sepanjang hidup.

Goresan tiga karya yang dibawa Romi untuk pameran bertajuk Ya’tra Art di Mola Art Gallery, Cimahi, bisa dibilang impresionisme. Tapi juga memiliki unsur ekspresif. 

Tak hanya fokus pada olah cahaya seperti halnya karya impresionis biasa. Ia memadukan berbagai warna hingga muncul gejolak ekspresi dengan paduan warna membentuk komposisi yang cukup berani.

Dalam konteks pameran Ya’tra Art yang dikuratori Anton Susanto itu, secara khusus tema tersebut mencerminkan perjalanan para perupa Bali yang berpameran. ”Karena Mbak Mola, pendiri, maka ada perjalanan kami dari Bali ke Cimahi. Itu ya’tra juga,” ungkapnya.
Anjangsana lima seniman Ya’tra Art bersama Mola, menemui seniman dan pemilik Selasar Seonaryo Art Space, Soenaryo.

Bersama empat seniman lain –Galung Wiratmaja, I Made Duatmika, Putu Bonuz Sudiana, dan Made Wiradana, kelimanya mengaktualisasikan keragaman ya’tra dalam karya masing-masing. ”Setiap perupa sama; butuh proses panjang untuk mencapai karakter atau jati diri,” kata Romi.

Romi sendiri, meski karyanya dinilai bergaya impresif-ekspresif, ia sejujurnya hanya tahu bahwa kedekatan batin dengan alam adalah penentu prosesnya berkreatif selama ini. ”Konsep bebas saja dikatakan ini itu. Tak terikat tema tertentu. Tapi berpijak pada alam itu saya merespons apa yang saya lihat dan pikirkan untuk dimainkan dengan warna-warna,” ungkapnya. 

Karya Romi memang dominan dengan permainan warna. Jika terdapat objek yang ingin dimunculkan, ia memunculkannya secara samar. Layaknya objek dalam seni lukis impresionis.

Ya’tra yang ia jalani dalam berkarya adalah mengunjungi tempat-tempat yang menarik perhatian. Seperti kawasan wisata yang memiliki pemandangan alam menawan atau menepi di sudut persawahan yang memiliki terasering atau subak dalam bahasa Bali.

Romi beranggapan bahwa alam memang diciptakan Tuhan. Manusia boleh turut campur tangan untuk memperindah karya Tuhan itu. Seperti pembuatan terasering yang berundak-undak, atau mengolah alam untuk dimanfaatkan demi memenuhi kebutuhan manusia tanpa merusaknya. ”Membuat sawah berundak, membuat candi di tengah keindahan alam, malah semakin memperindah ciptaan-Nya,” ungkap pria 49 tahun itu.
Cakrawala--

Ia pun tak mempergunakan warna-warna yang sesuai dengan warna objek. Seperti lukisan berjudul Teras Sering. Sawah dalam terasering yang identik dengan warna hijau dan warna alam lainnya, justru digambarkan dengan warna biru dan unsur-unsur warna putih tulang dan cokelat. Layaknya air mengalir di tengah lautan pasir. 

Romi mengolah sistem tanda melalui visual warna yang tak umum. Karyanya bukanlah jenis lukisan yang dapat dipahami secara langsung atau gamblang. Namun ia ingin mengajak penikmat berpikir sejenak, kemudian terbawa dalam alur sapuan warna serta jejak-jejak marka yang tertinggal, menciptakan daya gerak, gejolak.

Lewat lukisan Di Balik Awan, Romi menyapukan warna putih tulang samar melapisi hampir sepertiga objek. Pengolahan komposisi yang cukup berani, tapi menghasilkan estetika yang apik. Teknik brush stroke di beberapa bagian seakan menyiratkan keanekaragaman warna bila seseorang melihat nuansa alam pegunungan dari kejauhan. Bisa juga sebagai penanda embusan angin, lambaian pepohonan atau gurat tebing-tebing batuan. Sekali lagi ia menorehkan objek-objek itu melalui warna-warna tak realis.
Rembulan

Setengah kanvas dalam Di Balik Awan diberi garis tajam. Jika tak cermat dalam mengolah komposisi, maka hasilnya bisa menjadi dua bagian yang berbeda dan tak saling berhubungan. 

Namun garis tajam itu dibuat membias ke atas dengan sentuhan gelap-terang di sisi atas dan bawah. Warna putih samar yang melapisi sepertiga objek itu rupanya adalah jembatan penghubung antara dua bagian itu. Sehingga tampak sebagai satu kesatuan.

Layaknya melihat pemandangan Gunung Batur di Bali dengan pesona sungai dan pepohonan. Apalagi bias samar puncak gunung sangat jelas terlihat. Dengan semburat biru di bagian kiri. Begitu pun dalam lukisan berjudul Mahakarya. ”Saya mengolah objek Candi Borobudur sebagai warisan peradaban leluhur yang luar biasa. Semua objek dalam karya saya adalah yang menarik perhatian dan minat saya," terang alumni STSI Denpasar itu.

Tags :
Kategori :

Terkait