Raperda Surabaya tentang Cagar Budaya Disahkan November

Rabu 19-10-2022,05:00 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Noor Arief Prasetyo

SURABAYA, HARIAN DISWAY- RANCANGAN Peraturan Daerah (Raperda) Cagar Budaya Kota Surabaya ditargetkan rampung bulan ini. Dengan begitu, raperda bisa disahkan November nanti. Pada pelaksanaannya, diharapkan bisa memberikan pemasukan terhadap pendapatan asli daerah (PAD).

”Kami ingin pemkot punya semacam badan sendiri untuk mengelola bangunan cagar budaya secara khusus,” jelas anggota Pansus Raperda Cagar Budaya Tjutjuk Supariono saat dihubungi Harian Disway, Selasa, 18 Oktober 2022.

Badan pengelolaan itu berbeda fungsi dengan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang sudah ada. Keduanya tidak akan bersinggungan. TACB bertugas untuk melegitimasi dan mengondisikan suatu bangunan sebagai cagar budaya.

Di sisi lain, badan yang akan dibentuk punya tugas yang lebih spesifik. Yakni, merawat dan mengelola langsung setiap bangunan cagar budaya. Agar bisa dibuka untuk publik.

Dari situlah, potensi wisata bisa terbuka lebar. Pengelolaan bangunan kuno yang serius sangat diperlukan. ”Seperti Kya-Kya saat ini. Kan bisa menarik warga ke sana. Ekonomi warga berputar,” katanya.

Kini ada total 266 bangunan cagar budaya yang tersebar di Kota Pahlawan. Perinciannya, 35 unit milik pemkot; 34 milik kementerian, pemprov, Polri, TNI, dan kejaksaan; 42 milik BUMN; 38 milik yayasan; 66 milik swasta; dan 51 milik perseorangan.

Pada raperda itu turut diatur penanganan bangunan tersebut. Bakal dibedakan sesuai dengan status kepemilikan. Status perseorangan, misalnya, akan dikelola dengan sharing profit. 

”Karena kalau milik perseorangan kan dijual juga sulit laku. Kalau gak dirawat gak akan dapat income,” katanya. 

Maka, harus ada pengelolaan dari pemkot. Nanti dibuka sebagai destinasi wisata. Penghasilannya dibagi untuk pemilik dan pemkot. Pemkot pun bisa mendapat PAD.

Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi berdiskusi dengan TACB. Membahas beberapa poin tambahan untuk dimasukkan ke raperda itu. Salah satunya, ia minta agar setiap bangunan kuno harus dikaji terlebih dahulu. Sebab, tak semua yang kuno masuk kategori cagar budaya.

Selain itu, bangunan kuno sebaiknya dikategorikan secara tematik. Tujuannya, mempermudah pelestarian. Khususnya bangunan kuno yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya. ”Misalnya, di suatu kawasan mayoritas terdapat bangunan kuno dengan keunikan arsitektur, maka ditonjolkan arsitekturnya. Begitu juga di wilayah lain,” ungkap Eri. (*)

 

Kategori :