Keduanya harus bekerja sama untuk memantau kegiatan anak. Guru, misalnya, bisa menggunakan kanal pembelajaran kreatif secara online. Para siswa bisa dilibatkan di sana.
Selain itu, fungsi pendidikan di masyarakat juga harus diaktifkan. Harus bisa menarik anak-anak untuk belajar di sana. “Ini seharusnya juga menjadi tantangan bagi masjid, gereja, atau ruang belajar publik lainnya. Bagaimana agar anak-anak dibina dengan baik,” jelas Ali.
Ia berharap program baru tersebut sukses diterapkan. Sehingga akses pembelajaran bisa diperluas lagi. Misalnya, tidak menjadikan sekolah sebagai tempat utama untuk belajar.
Dengan begitu, indeks harapan sekolah pun tinggi. Anak-anak bisa mengakses pembelajaran lewat berbagai macam media. “Zaman sudah jauh berubah, harusnya pendidikan bisa lebih fleksibel,”
Kepala Dinas Pendidikan Yusuf Masruh mengatakan, program pembelajaran itu punya target tertentu. Yakni seluruh pelajaran harus selesai di sekolah. Tidak boleh lagi membawa beban tugas untuk dikerjakan di rumah.
Setiba di rumah, siswa cukup mempelajari ulang apa yang didapatkan dari sekolah. Agar mereka fokus mendalami pemahaman. Dan waktu luang yang lebih banyak harus dimanfaatkan untuk beraktivitas sosial dengan baik. “Seperti yang dikonsepkan dalam merdeka belajar,” tandasnya. (*)