Kehidupan pun terasa kembali dimulai dari nol. Tak ada lagi tempat tinggal yang atapnya dari beton penyangga jalan Tol. Inilah cerita warga Kampung 1001 Malam yang mendiami flat Sumur Welut.
—
LANGIT-langit kamar mereka bukan lagi beton jalan tol yang selalu bising oleh lalu lalang kendaraan mobil pribadi atau truk muat barang. Dindingnya berubah tembok. Bukan sebatas sekat dari papan kayu seperti dulu. Nyamuk juga tak sebanyak dulu. Ya, karena di bawah tempat tinggal Kusairi dulu adalah aliran sungai yang menuju Waduk Hitam Morokrembangan.
Kusairi mengaku telah tinggal bersama istri dan mertuanya di bawah kolong jembatan kurang lebih sekitar 20 tahun. Sedangkan sang mertua yang bernama Surati telah tinggal sejak 1980-an. Sampai melahirkan tiga orang anak, termasuk Sukati yang kini menjadi istrinya.
BACA JUGA:Kampung 1001 Malam di Surabaya Dibongkar, Warga Dipindah ke Flat
Hanya bisa pasrah saat kampung tempat tinggalnya digusur Pemerintah Kota Surabaya pada Senin lalu. Kusairi juga menyadari bahwa tanah yang puluhan tahun ditempati itu memang bukan miliknya.
“Saya malah sangat bersyukur kami tak hanya digusur tapi malah dicarikan tempat tinggal Rusun seperti ini,” kata pria yang memakai kaos berkerah itu, Kamis, 20 Oktober 2022.
Biaya sewa flat Sumur Welut masih digratiskan oleh Pemkot Surabaya. Masalah nanti harus membayar sewa, Kusairi juga tak merasa keberatan akan hal tersebut. Karena baginya yang terpenting punya tempat tinggal terlebih dahulu. Pemerintah juga telah menjamin kehidupannya.
Kondisi Flat Sumur Welut yang tertata rapi. -Boy Slamet-Harian Disway-
Ia mengajak Harian Disway untuk melihat istana barunya di lantai lima tower B. Kamar berukuran 4x5 meter dengan cat warna hijau telur asin itu dihuni istri dan ketiga anaknya. Sedangkan mertuanya kini tinggal di kamar sendiri. Hanya beda lantai.
Anak keempatnya yang bernama Marcelino Budi Santoso langsung dipercaya menjadi seorang muazin, alias pelantun azan. Hal itu ditandai dengan pemberian baju koko dan kopiah oleh Ketua RT Iwan Purnomo.
“Dulu ini tukang azan juga di gang sebelah kampung kami. Sampai disuruh ngaji di sana. Alhamdulillah digratiskan juga biayanya,” kata Kusairi.
Setelah itu, kami diajak melihat ibu mertuanya di lantai dua. Kedatangan kami juga disambut hangat oleh Surati mertuanya. Dia sampai berkaca-kaca menceritakan rasa syukurnya bisa hidup di flat tersebut. Doanya terkabul bisa punya tempat tinggal dengan fasilitas lengkap.
Mutmainah, 86, warga relokasi Kampung 1001 Malam sendirin menempati kamar di Rusun Kampung Pancasila , Sumur Welut.-Boy Slamet-Harian Disway-
Apalagi, keinginannya selama ini juga tersampaikan. Perempuan berusia 58 tahun itu tak lagi jauh-jauh ke kampung sebelah seperti dulu untuk melakukan ibadah.