Pun, ia bermimpi di usia Indonesia ke-100 nanti, banyak start-up dari tanah air yang mendunia. Digunakan negara-negara lain. ”Karena itu, target saya sekarang ini adalah generasi muda. Sebab, waktu luang mereka untuk belajar itu masih banyak,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Inkubator dan Layanan Bisnis Inovatif (ILBI) ITS Surabaya Baroto Tavip Indrojarwo menjelaskan, di masa depan start-up memiliki peran yang sangat sentral bagi sebuah negara.
Di Korea, misalnya. Start-up di negara itu berbasis industri kreatif. Bahkan, industri start-up di sana kini yang menjajah dunia. Mulai K-pop, industri kedokteran kecantikan, elektronik, dan sekarang merambah industri mobil.
Menurutnya, makna start-up itu sangat luas. Bukan hanya inovasi di bidang proses. Seperti tadinya tidak digital menjadi digital. Walau memang, di Indonesia sendiri lebih dikenal dengan marketplace.
”Memang untuk sementara, paling banyak pengembangan start-up di Indonesia hanya dilakukan marketplace. Seperti Tokopedia dan lainnya,” jelasnya. Sebenarnya, start-up itu tidak hanya berbasis marketplace. Tapi, produksi.
Ia mencontohkan salah satu start-up di Yogyakarta. Bergerak di bidang kerajinan. Seperti anyaman eceng gondok dan produk kesenian lainnya. Usaha mereka itu kini lebih banyak untuk ekspor. Bahkan, perlengkapan yang murah di Indonesia dijual mahal.
”Ada satu dari mereka yang memang kuliah di Amerika. Akhirnya, harga anyaman itu naik kelas. Mereka pun bisa menjual dengan harga tinggi. Padahal, di Indonesia itu tidak terlalu berharga,” ucapnya. (*)