SURABAYA, HARIAN DISWAY- SEPAK BOLA merupakan olahraga yang universal. Murah dan dapat dimainkan siapa dan di mana saja. Ungkapan itu benar. Termasuk yang tidak sempurna dua kakinya karena salah satunya diamputasi. Dengan bantuan tongkat penyangga khusus, mereka tetap dapat bermain bola. Bahkan hingga level profesional.
Setidaknya itu yang tampak di Taman Ronggolawe, Jalan Joyoboyo, Sawunggaling, Surabaya. Para pemain klub Persatuan Sepak Bola Amputasi Surabaya (Persas) sedang berlatih di sana. Malam itu mereka berlatih dan tanding dengan peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya.
Sesi foto bersama dengan atlet paralympic di latihan bersama mahasiswa PMM di lapangan Taman Ronggolawe, Rabu,16/11/2022-Afdholul Arrozy-
Di sela-sela latih tanding bersama, sebagian mengobrol. Itu bagi mereka yang sedang tidak berlatih. ”Jangan jadikan kekurangan kami sebagai penghalang,” ujar Abdul Syakur, sekretaris Persas.
Dialog terasa renyah. Para mahasiswa dari berbagai pulau itu pun antusias bertanya kepada Syakur tentang seluk-beluk Persas. Topiknya seputar sepak bola amputasi. Juga, cerita tentang kisah di balik berdirinya Persas.
Latihan bareng itu dikemas dalam bentuk fun match. Mempertandingkan skuad peserta PMM Untag Surabaya versus skuad Persas. Tentu terdapat aturan khusus dalam pertandingan tersebut. Mengingat, secara fisik, para peserta PMM lebih unggul. Sebab, mereka bukan penyandang disabilitas.
Menyiasati hal tersebut, disepakati peraturan maksimal tiga sentuhan bola bagi tiap pemain PMM. Lebih dari itu, dinyatakan sebagai pelanggaran. Sementara itu, kiper pun hanya dibolehkan menggunakan satu tangan, sesuai peraturan sepak bola amputasi. Itu membuat kiper tim PMM harus menyembunyikan satu tangannya di balik baju.
Pertandingan pun berjalan seru. Di bawah temaram lampu Taman Ronggolawe, kedua tim pun bertanding. Di awal pertandingan yang digelar untuk seru-seruan tersebut, tim PMM tampak kewalahan. Pelanggaran sering mereka lakukan. Sebab, pemain PMM melakukan sentuhan bola lebih dari tiga kali. Mereka praktis tak bisa menggiring bola.
Sepanjang permainan, kedua tim saling balas serangan. Pemain Persas bisa memberikan perlawanan yang berarti. Dengan kondisi fisik yang dimiliki, mereka tetap bermain dengan baik. Pun, meski kondisi fisik lawan sempurna. Apalagi, fun match tersebut berakhir seri: 1-1. Kedua tim sama kuat. Tapi sejatinya, Persas lebih unggul.
Salah seorang peserta PMM yang turut dalam fun match, Raihan Faiz, kagum dengan kemampuan para pemain Persas. Ia terkesan dengan kebolehan mereka di lapangan. ”Terus aku juga sempat coba tongkat mereka. Rasanya susah untuk menyeimbangkan badan. Jadi, aku terkesan banget sama mereka,” ujarnya.
Mahasiswa Universitas Malikussaleh itu juga mengaku kikuk dalam bermain. Pasalnya, ia belum terbiasa bermain dengan hanya tiga sentuhan. Ia menyebutkan bahwa dirinya cukup berhati-hati dalam bermain. Ia waswas kalau-kalau sampai melanggar para pemain Persas.
”Aku awalnya waswas mainnya. Tapi, salah satu pemain mereka yang timnas itu (Khusnul Yaqin) bilang kalau kami mainnya enjoy aja kayak umumnya main bola,” ucap Faiz.
Terlebih, itu merupakan pengalaman berharga baginya. Sebab, ia mendapat kesempatan bertanding bersama pemain sepak bola amputasi seperti Persas.
Pertemuan bersama Persas itu juga berbuah inspirasi dan pelajaran bagi para mahasiswa tersebut. Sekaligus menjadi pelecut semangat mereka dalam merawat dan memperjuangkan impian masing-masing. Keterbatasan jangan dijadikan alasan untuk berhenti melangkah.
Seperti halnya salah seorang peserta PMM Mohammad Fahrezy. Ia terinspirasi dalam pertemuan tersebut. Eci, sapaan akrabnya, juga merasa termotivasi oleh semangat para pemain Persas. Mahasiswa Universitas Tadulako itu juga mengaku mendapat pelajaran. Yakni, tetap bangkit meski dalam kondisi terpuruk.
”Saya kagum kepada mereka yang masih melanjutkan minat dan bakatnya. Meskipun, mereka punya keterbatasan. Tapi, hal itu tidak dijadikan penghalang untuk menjadi lebih baik,” kata Eci.