JAKARTA, HARIAN DISWAY - Sebuah film dokumenter berjudul Nusantara Code diproduksi Universitas 45 Surabaya. Dibuat untuk merespons kehadiran ruang-ruang berekspresi. Film yang bermuatan budaya, khususnya folklor Dewi Padi, itu menjadi pintu masuk untuk meng-capture kondisi pangan dan pertanian hari ini dengan komparasi masa lalu.
Kegelisahan atas isu ancaman krisis pangan dan krisis identitas budaya menjadi bahan bakar bagi penggagas untuk membuat film Nusantara Code. Mengingat bahwa media film dokumenter dapat menjadi alat edukasi dan sosialisasi. Bahkan kampanye untuk memperkuat mindset baru akan pentingnya pangan, lingkungan,dan budaya.
Sebelum Nusantara Code, film dokumenter Mbok Ron-do Kuning yang berlokasi di Trawas Mojokerto sudah dibuat Universitas 45 Surabaya pada 2021. Mengungkap data tentang pola tanam pertanian leluhur yang terkandung dalam folklor setempat. Inilah titik awal dibuatnya film dokumenter Nusantara Code.
Pemeran Nusantara Code Padi Maritza Kartasentana mengenakan busana Baduy, sebuah pendekatan antropologis dalam penelitian yang dilakukannya.-WULANSARY-
Terkait film dokumenter sendiri, genre ini mulai diminati di Indonesia setelah munculnya salah satu OTT (TV streaming) yang menyajikan pilihan menu dokumenter di antara banyak genre lainnya. Bermunculan resensi bebas berbagai film dokumenter tersebut di banyak lini masa sosial media para penikmat baru film dokumenter.
Jika sebelumnya film dokumenter hanya dipahami sebagai tayangan yang menyajikan kehidupan liar (wild-live) seperti yang telah populer sebelumnya di National Geographic atau di Planet Animal, kini dokumenter hadir dengan lebih banyak pilihan. Baik tema maupun gaya bertuturnya. Hal ini menggiatkan gairah para pembuat film dokumenter di tanah air.
Selain itu kehadiran tayangan dokumenter juga dapat secara lebih bebas diekspresikan para pembuatnya di channel YouTube dengan banyak penonton dan pengikutnya. Ini merupakan cerminan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia cukup punya antusiasme untuk mengerti hal-hal unik dan informasi tertentu yang selama ini belum mereka ketahui.
Bersama narasumber dari Baduy Dalam, pemeran Nusantara Code Padi Maritza Kartasentana banyak melakukan wawancara di lokasi shooting.-WULANSARY-
Apalagi pemerintah lewat Direktorat Kebudayaan mewadahi karya dokumenter khususnya bertema sosial budaya di channel TV khusus yaitu Indonesiana-TV. Ini merupakan angin segar untuk pihak-pihak yang ingin mengungkapkan suatu fakta maupun mengampanyekan sebuah gerakan lewat film dokumenter.
Tentu isu utama yang diemban oleh Indonesiana-TV sebagai media televisi milik pemerintah adalah terkait pemajuan kebudayaan dengan tujuan berdampak pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia pada akhirnya. Sayang Indonesiana-TV ini belum populer seperti OTT swasta lainnya.
Namun film dokumenter Mbok Ron-do Kuning yang diproduksi Universitas 45 Surabaya itu dianggap berhasil menerjemahkan statement dalam folklor Mbok Ron-do Kuning. Bahwa yang sesungguhnya ada anggapan bahwa sosok Mbok Ron-do Kuning ini sakti -karena bisa melakukan isuk tandur, sore panen- sesungguhnya adalah simbol tentang sustainability pola tanam.
Teori pola tanam tersebut telah dikenal pada bidang agroforestri yang mereka sebut dengan cutting cycle. Yaitu sebuah perhitungan waktu tanam dan waktu panen yang berkelanjutan, tanpa jeda.
Dari situ kemudian muncul hipotesa yang harus dibuktikan, jika folklor Mbok Ron-do Kuning dapat diterjemahkan dalam statement ilmiah yang sangat bisa dijadikan panduan bertani hari ini dan seterusnya serta bagaimana dengan folklor Dewi Padi lainnya.
Oleh karena itu Nusantara Code kemudian dibuat untuk menguak folklor Dewi Sri di masyarakat Yogyakarta dan folklor Nyai Pohaci di masyarakat Baduy, Kanekes, Banten.
Pemeran utama digambarkan sedang melakukan perjalanan lintas provinsi di Pulau Jawa. Yaitu Trawas, di Jawa Timur menuju DI Yogyakarta, terakhir ke Banten, Jawa Barat.-WULANSARY-
Universitas 45 Surabaya mewujudkannya bersama dengan mitra dari dunia industri dalam hal ini rumah produksi PT Adi Imaji Rumah Produksi yang biasa disebut dengan Air Film. Disutradarai dokumenteris senior Ensadi Joko Santoso dan penulis sendiri.
Menggunakan dana dari program Direktorat Pendidikan Tinggi Vokasi yaitu Matching Fund Kedaireka, shooting dilakukan selama tiga bulan di tiga provinsi di Pulau Jawa. Melibatkan mahasiswa dan dosen sebagai bentuk dari program Merdeka Belajar.
Film dokumenter ini diperani oleh Padi Maritza Kartasentana, mahasiswa Jurusan Antropologi FISIP Universias Airlangga Surabaya. Dia diceritakan melakukan penelusuran mencari kode di balik tiga folklor manivestasi Dewi Padi tersebut. Pemilihan tokoh dari kaum muda sengaja dilakukan karena memang sasaran penonton yang ingin dituju oleh film ini adalah kaum muda.