SURABAYA, HARIAN DISWAY- JAWA TIMUR menjadi penyumbang gula tertinggi untuk kebutuhan gula Indonesia. Berdasar data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), provinsi itu menyumbang 49,55 persen atau 1.192.034 ton dari 2.405.907 ton stok gula nasional.
Jumlah tersebut didapatkan dari produksi tebu sebanyak 17.362.620 ton. Produksi tebu tahun ini juga meningkat ketimbang tahun lalu yang hanya 14.767.763 ton. Malang menjadi penyumbang tebu terbanyak di Jatim. Sebanyak 3 juta ton. Setelah itu barulah Lumajang dan Jombang.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta petani bisa meningkatkan produksi tebu. Dia ingin Jatim bisa menjadi barometer gula nasional. Akhirnya, bisa menjadi modal Indonesia mewujudkan swasembada gula.
Untuk mewujudkan angan-angan itu, mantan menteri sosial tersebut menyarankan petani tebu memanfaatkan transformasi digital dalam proses pengolahan tebu. Hingga akhirnya menjadi gula. Sebanyak 95 persen petani tebu di Jatim adalah petani rakyat.
”Tentunya kualitas juga akan ikut meningkat. Karena lebih produktif dan efisien. Sehingga dapat termonitor, mulai mencari bibit hingga proses panen. Termasuk transparansi kadar rendemen gula,” kata Khofifah saat melakukan misi dagang di Palangka Raya.
Sementara itu, Dinas Perkebunan Jawa Timur mencatat, setiap tahun terjadi peningkatan produksi tebu. Pada 2020 sebanyak 13,8 juta ton dengan rendemen 7,15. Kemudian, pada 2021 sebanyak 14,7 juta ton dengan rendemen 7,35.
Peningkatan produksi gula itu juga dihasilkan dari inovasi yang dilakukan Dinas Perkebunan Jawa Timur. Yakni, dengan program Timbangan Tebu (Integrasi Ketersediaan Bahan Baku dan Manajemen Tebang Angkut Berdasarkan Klaster PG Berbasis Tebu).
”Inovasi ini menyinergikan masing-masing peran dari setiap pemangku kebijakan,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Jawa Timur Heru Suseno.
Inovasi Timbangan Tebu tersebut diimplementasikan dengan kegiatan yang dilakukan berupa pemberian bantuan. Antara lain, bongkar ratoon, rawat ratoon, perluasan area tebu, dan kebun keragaan pengembangan warung tebu.
Dinas tersebut mencoba melakukan pendekatan melalui klusterisasi pabrik gula (PG). Dibagi menjadi enam kluster. Yakni, kluster Madiun, kluster Mojokerto, kluster Malang, kluster Kediri, kluster Probolinggo, dan kluster Situbondo.
Dengan pendekatan itu, lalu lintas pengiriman tebu diharapkan lebih efektif dan efisien. Sehingga tidak mengurangi potensi rendemen akibat waktu perjalanan yang terlalu lama. Membuat tebu sesuai dengan kategori yang diinginkan. Yakni, manis, bersih, dan segar (MBS).
Adanya integrasi berbasis kluster, komitmen pabrik gula dalam menggiling tebu di wilayah kluster makin meningkat.
”Di 2022 ini proses produksi masih berlangsung. Berdasarkan prognosis tengah giling 2022, produksi tebu diprediksi akan meningkat menjadi 16,7 juta ton dengan rendemen 7,17 persen. Angka tersebut masih dinamis hingga akhir musim giling,” ujar Heru. (*)