TUBAN, HARIAN DISWAY - Duka mendalam masih menyelimuti keluarga Hariyono (27), Minggu, 18 Desember 2022. Pemuda asal Tuban yang menjadi korban penembakan polisi di Surabaya, Jumat, 2 Desember 2022, itu meninggal dunia.
Malam itu, Surabaya digegerkan dengan penyerangan kelompok pesilat ke salah satu warung kopi (warkop) di Keputih. Dekat kampus Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya. Hariyono dikejar hingga ke selatan. Ia tertembak di bagian perut di Jalan Jagir. Harian Disway mengunjungi rumah duka di Tuban di hari Hariyono meninggal. Berangkat dari Surabaya saat matahari belum muncul. Kabut tebal dan suhu dingin 22 derajat Celcius mengiringi perjalanan menuju rumah Hariyono, di Desa Kaligede, Senori, Tuban.Jalan menuju rumah Hariyono Minggu, 18 Desember 2022 pagi.-Pace Morris/Harian Disway- Ia tinggal di sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu jati. Tempat itulah yang menjadi saksi bisu masa kecil Hariyono. Sang ibu memeluk kami yang datang dari Surabaya. Mungkin dia mengira kami adalah teman Hariyono yang memang bekerja di Kota Pahlawan.
“Maafkan kesalahan anak saya, ya mas. Semoga Hariyono bisa tenang,” kata ibu Hariyono sambil terisak. Perempuan lanjut usia itu mencoba ikhlas menerima kepergian sang putra yang merantau ke Surabaya.
Di sana ada pula Yuli, istri Hariyono yang duduk termenung. Dia banyak melamun. Kehidupan selanjutnya pasti sangat berat sepeninggal suami tercinta. Kini Yuli harus membesarkan dua orang anak yang masih berumur 5 dan 6 Tahun. Mereka sudah bersama selama 8 tahun. Yuli menemani Hariyono di saat-saat terakhir di rumah sakit. “Waktu itu, setelah operasi pertama di RSUD dr Soetomo mas Hariyono sempat pulang. Karena kondisinya sudah membaik. Tapi tiba-tiba nge-drop dan saya bawa ke RSUD Bojonegoro,” kata Yuli lirih. Sambil mengingat-ingat kejadian itu, Yuli melanjutkan cerita. Saat kondisi Hariyono semakin menurun, keluarga terpaksa harus merujuknya kembali ke Surabaya. Kembali ke RSUD dr. Soetomo, Senin, 12 Desember 2022 pagi. “Sempat panas dan tidak sadar. Dokter bilang karena operasi pertama di Surabaya, jadi lebih baik dibawa ke Surabaya,” kata Yuli, menirukan ucapan dokter saat itu.Jenazah Hariyono (28), saat akan dipulangkan ke runahnya di Tuban-Dokumentasi Keluarga- Dengan suara lirih Yuli terus mencoba untuk melanjutkan kisah pedih itu. Dokter mengatakan, ada infeksi di organ dalam bagian perut Hariyono. Harus dioperasi lagi. “Ada lubang di perut sebelah kanan. Jadi dokter minta tindakan operasi lagi dengan segala risiko,” kata Yuli sambil sesekali menghapus air bening di pipi. Perbincangan Harian Disway dengan Yuli sempat terhenti. Anak bungsu datang. "Bu, ayah mana?" ucap bocah polos itu. “Sampai sekarang anak-anak belum ngerti kalau bapaknya sudah meninggal mas. Setiap ada suara motor Vixion, langsung lari keluar. Dipikir ayahnya datang,” kata Yuli, dengan suara terbata-bata, menahan tangis. Setelah anak laki-laki kecil itu digendong, dan dibawa keluar rumah, Yuli kembali bercerita. Usai operasi kondisi Hariyono tidak kunjung membaik. “Rabu malam nge-drop lagi. Sampai harus menggunakan alat bantu napas. Terus kondisinya semakin menurun sampai Kamis pagi. Saya dipanggil sama dokter lagi. Dokter bilang, ibu sama keluarga berdoa saja ya, supaya tidak terjadi apa-apa,” terang Yuli, dengan suara yang semakin pelan. Sampai-sampai hampir tak mampu lagi bercerita. Sejenak, ruangan tamu rumah itu hening. Semua orang yang ada di sana terdiam. Menunggu Yuli yang tenggelam dalam duka. Maklum saja, setiap penggalan cerita penderitaan suaminya di RS, menjadi pukulan berat di batin perempuan berambut panjang itu. Ia harus berkali-kali mengatur napas agar bisa melanjutkan cerita. Dia tetap berusaha untuk mengisahkan fakta sebenarnya. Sang anak kembali datang. Minta dipangku sang ibunda.
CCTV yang memperlihatkan serangan ke warkop Keputih 2 Desember 2022. Sambil memeluk sang anak, Yuli berusaha menggambarkan situasi kritis sang suami. Saat itu dokter kembali dengan kabar yang menusuk hati. Dokter meminta keluarga ikhlas. “Sampai sekitar jam 8 malam itu, saya dipanggil lagi. Kata dokter, ibu yang ikhlas ya, bapak sudah nggak bisa lagi (meninggal),” saat itulah tangis Yuli pecah. Suasana ruangan berukuran 6x4 meter itu pun menjadi haru. Memori tentang Hariyono terkenang kembali di pikiran istri. Suami yang merantau ke Tanjungsari, Surabaya untuk bekerja itu meninggal di usia muda. Selain harus memikirkan dua anak, Yuli juga harus memikirkan tagihan administrasi RS. Padahal sebelumnya, ia sudah berutang. Total tagihannya mencapai Rp 41 juta. Kalau ditambah operasi kedua, nilainya bisa makin membengkak. “Tadi saya dihubungi pihak dr. Soetomo. Saya disuruh datang ke sana. Katanya untuk menyelesaikan biaya administrasi operasi kedua,” ucap Yuli, sambil menunjukan percakapan di aplikasi WhatsApp. Raut wajah Yuli terlihat gelisah. Dia bingung harus ke mana lagi meminjam uang. Biaya Hariyono selama di RS tidak ditanggung oleh BPJS. Alasannya: kematiannya diakibatkan oleh luka tembak polisi. “Saya belum tahu biayanya habis berapa yang kedua ini. Sebelumnya aja Rp 41 juta. Yang kedua ini saya belum tau. Saya WA belum dibalas,” lanjut Yuli. Kata Yuli pihak Polsek Sukolilo memang sudah memberi uang. Namun, nilainya jauh dari biaya yang harus dikeluarkan oleh Yuli. “Saya waktu itu dihubungi salah satu polisi. Katanya ada dana kemanusiaan dari pak kapolsek. Trus saya diberikan amplop, sama disuruh tanda tangan kuitansi. Isi amplopnya Rp 3 juta,” urai ibu muda itu. Kepada Harian Disway , keluarga Hariyanto menyampaikan harapan mereka agar ada perhatian dari polisi. Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait pemberian uang 3 juta rupiah kepada keluarga korban, Kapolsek Sukolilo, Kompol M. Sholeh membenarkannya. “Uang itu kami berikan saat korban masih di rumah sakit. Jadi perlu digaris bawahi, bukan karena dia meninggal. Itu sebelum meninggal. Kami memberikannya hanya sebagai bentuk kepedulian. Tali asih kami saja. Karena dia sebenarnya bukan korban yang ada di Keputih. Hanya saja kebetulan dia dirawat bersama korban kejadian di Keputih,” terang Sholeh (*)