BACA JUGA:Indonesia Masters 2023: Marcus Cedera, The Minions Terhenti
”Kalau memang pemerintah berniat untuk pendataan barang masuk dan keluar per tahun, tidak perlu menggunakan sistem seperti itu. Ini sangat menyulitkan. Lagi pula, kita berada di dalam satu payung hukum NKRI,” tegasnya.
Menurutnya, pelaku usaha tidak perlu harus membuat izin. Cukup melaporkan. Atau, menggunakan sistem online. Sebab, geografis Papua tidak seperti Jatim. Butuh tenaga dan waktu ekstra untuk menjaga rantai perdagangan ke Papua.
Selain itu, keluhan pengusaha di Papua yang membuat ia garuk-garuk kepala adalah terkait dengan pengiriman daging ke provinsi itu. Harus melalui pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Itu juga tidak boleh transit ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
BACA JUGA:Hujan Bikin Hana Lolos dari Serial Killer
BACA JUGA:KONI Jatim Minta Kepastian Jadwal Pra-PON
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa memegang salah satu produk UMKM Provinsi Papua Barat Daya.-Humas Pemprov Jatim-
Kebijakan itu pun berdampak pada harga daging di Papua Barat Daya. Perbedaannya bisa mencapai 70 persen dibanding harga di Jatim. ”Saya tidak paham kenapa harus melakukan itu. Tapi, kami sudah sampaikan semua itu ke Pj Sekda Papua Barat Daya,” bebernya.
Sementara itu, Pj Sekretaris Daerah Papua Barat Daya Edison Siagian menyampaikan, kerja sama itu memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kedua provinsi.
”Kami sebagai provinsi baru tentunya sangat merespons positif. Karena ini awal yang baik bagi kami yang baru berusia 1 bulan sudah diajak untuk bekerja sama,” kata Edison Siagian. (*)